“Saya mengapresiasi upaya-upaya konservasi yang dilakukan oleh masyarakat lokal, apalagi oleh para generasi muda,” ujar Hendra, satu-satunya ilmuwan Indonesia yang punya profesor riset dalam bidang konservasi macan tutul jawa. “Ini sejalan dengan amanat UU 32 Tahun 2024, disebutkan dalam salah satu pasalnya bahwa konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya merupakan tanggung jawab dan kewajiban pemerintah, dan pemerintah daerah serta masyarakat.”
“Ke depan memang masyarakat dan pemerintah daerah lebih didorong dan diberi kesempatan untuk melakukan upaya-upaya konservasi, serta memperoleh manfaat dari konservasi itu. Menurut saya, inisiatif yang baik ini perlu direplikasi di tempat lain, terutama dalam konteks melindungi hutan untuk pelestarian keanekaragaman hayati dan pemanfaatan secara lestari.”
Manfaat dari kegiatan konservasi yang dilakukan PEKA Muria mulai dirasakan oleh banyak warga setempat. Mereka, antara lain, merangkul sebanyak mungkin petani kopi agar sudi berkebun di lahan yang sama dan berhenti merambah lahan lain. Mereka mengajarkan petani cara meningkatkan produktivitas pohon kopi dan menerapkan praktik bertani secara berkelanjutan.
“Akhirnya mereka sadar bahwa dengan lahan yang sama, dengan perkebunan yang sama, bisa menghasilkan lebih. Akhirnya mereka mulai tidak merambah lagi,” kata Teguh. “Sampai saat ini ada sekitar 500 petani yang menjadi mitra kami. Dan pengalaman yang paling berkesan, setiap kami ketemu itu mereka langsung respek kepada kami. Yang dulu mungkin mereka melihat kami sebagai musuh karena kami melarang merambah, tapi sekarang mereka melihat kami sebagai teman.”
Selain menghimpun dan melatih para petani kopi, PEKA Muria juga menjalankan program wisata edukasi kopi bagi para pelancong di Muria. Pengunjung diajak ke perkebunan dan gudang pengolahan kopi. Kegiatan wisata ini turut menambah pemasukan bagi petani yang terlibat.
Sunarman, petani kopi di Muria, mengatakan, “Kadang-kadang di luar negeri ada datang ingin tahu keadaan kopi. Kadang-kadang dari mahasiswa sendiri itu datang untuk mempelajari bagaimana pengelolaan kopi.”
Teguh ingin mengingatkan sebanyak mungkin warga agar sadar bahwa Gunung Muria adalah kehidupan. “Karena saat mereka melindungi Muria, itu banyak manfaat yang bisa diperoleh. Makanya bagaimana kami menyadarkan masyarakat, dengan tidak merambah hutan, mereka bisa memperoleh manfaat itu. Yang kami lakukan di Colo khususnya, dengan melakukan edukasi wisata konservasi, ternyata kami bisa. Kami tidak memperoleh penghasilan dari kayunya, tapi kami bisa memperoleh penghasilan dari wisatanya.”
Selain menghadirkan wisata edukasi kopi Muria, PEKA Muria juga menjalankan wisata edukasi parijoto, wisata konservasi, wisata edukasi macan tutul jawa. Dalam wisata edukasi macan tutul jawa, pelancong diajak masuk hutan untuk belajar menelusuri jejak kaki macan, mencari fesesnya, mempelajari cara pemasangan kamera jebak dalam hutan, dan melihat hasil rekaman kamera tersebut.
“Di tahun 2020 ada 14 individu yang tertangkap di kawasan. Ada dua anakan lagi, tapi tidak kami ikutkan di individu yang terekam, karena belum tentu hidup sampai dewasa,” jelas Teguh terkait jumlah populasi macan tutul jawa yang tersisa di Muria.
“Tahun 2022 sampai 2025, kami bekerja sama lagi dengan SINTAS Indonesia. PEKA Muria itu memantau di 40 titik kamera di Kudus, Jepara, dan Pati di Pegunungan Muria. Dari hasil 40 titik pemantauan itu, juga masih terekam 14 individu yang masih melintas.”
Teguh meyakini bila warga Muria senantiasa melindungi macan tutul jawa, satwa predator puncak itu juga akan melindungi hutan dan segala isinya untuk mereka. Kendati demikian, Teguh mewanti-wanti juga hal sebaliknya, “Dan di saat macam tutulnya nanti sudah habis, maka yang lain akan terus punah.”
Simak kisah Pusparagam Muria dalam majalah National Geographic Indonesia edisi Juni 2025, sebuah sudut pandang penyusuran jati diri budaya yang ditautkan pada upaya pelestarian.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR