“Kegiatan PEKA Muria banyak. Ada pemulihan kawasan hutan, ada pemantauan macan tutul, ada pemantauan binatang lainnya, termasuk yang sekarang ini dari kami lakukan adalah pemulihan mata air,” beber Teguh.
Warga yang didukung sebuah yayasan peduli lingkungan di Kota Kudus telah mengupayakan pemulihan mata air melalui penanaman pohon-pohon di sekitar kawasan mata air. Akar pohon yang ditanam diharapkan mampu menyerap dan menyimpan banyak air untuk pasokan mata air serta mengikat lapisan tanah sehingga bisa mencegah terjadinya banjir dan longsor akibat.
“Kami sadar bahwa kami lahir di Muria, hidup di Muria, dan akan mati di Muria, makanya bagaimana supaya Muria tetap lestari,” tegas Teguh yang lahir besar di Desa Colo, Kabupaten Kudus, di lereng Muria. Sejak 2004 Teguh getol menanam pohon di lahan gundul sekitar mata air Gunung Muria dengan harapan air bersih dari Gunung Muria yang mengalir ke desanya bisa deras kembali.
Sebelumnya, Teguh gelisah karena debit aliran air bersih dari Gunung Muria yang mengalir ke rumahnya kian berkurang, mengancam ketahan air keluarganya dan penduduk lain di sekitarnya. Teguh kemudian mendaki ke atas Gunung Muria, mengecek mata air di sana, dan mengamati kondisi hutan di sekitarnya.
Dia menyadari bahwa penyebab surutnya aliran air dari mata air Muria adalah deforestasi. Banyak orang tak bertanggung jawab telah menebang pohon-pohon di hutan Muria, menjual hasil kayunya dan/atau mengubah lahannya menjadi perkebunan monokultur seperti kopi.
Pembalakan liar dan penjarahan lahan hutan Muria memang berlangsung besar-besaran selama periode peralihan kekuasaan dari era Orde Baru ke reformasi. Dalam periode antara 1990 hingga 2006, Gunung Muria setidaknya telah kehilangan 85,5% hutan alamnya.
Sebelum Teguh, ternyata sudah ada orang lain yang getol menanam pohon di hutan Muria. Namanya Mohammad Shokib Garno Sunarno. Sejak 1999 Shokib telah mendirikan Perkumpulan Masyarakat Pelindung Muria (PMPH Muria).
Memiliki keprihatinan yang sama atas kondisi hutan Muria yang gundul, Shokib dan Teguh pun saling bertukar pikiran. Teguh akhirnya bergabung dengan PMPH Muria hingga pada 2021 Shokib wafat dan akhirnya organisasi itu meredup lantaran kehilangan induk. Pada 2023, Teguh mendirikan PEKA Muria demi menjalankan wasiat Shokib untuk terus melanjutkan perjuangan menjaga dan melestarikan Gunung Muria.
Teguh meyakini bahwa memulihkan dan menjaga kelestarian Gunung Muria merupakan amanah yang harus ia jaga bersama sebanyak mungkin orang. “Melestarikan Muria itu bagi kami bukan hanya tugas, tapi sebagai ibadah, karena sesuai dengan moto yang diwariskan oleh Pak Shokib: ‘Hutan adalah amanah, menjaganya adalah ibadah.’ Jadi kami niati ibadah, karena saat kami melindungi hutan, melindungi alam, maka alam dan hutan akan melindungi kami. Itu alasan utama yang harus kami jaga terus-menerus, untuk kami wariskan ke anak cucu kami.”
Penulis | : | Utomo Priyambodo |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR