Nationalgeographic.co.id—Pterosaurus adalah kelompok reptil terbang yang menakjubkan yang menghuni langit sekitar waktu yang sama ketika dinosaurus berkeliaran di darat. Muncul dalam catatan fosil sekitar 230 juta tahun yang lalu, pterosaurus bertahan hidup hingga 66 juta tahun yang lalu. Saat itu dampak asteroid pun turut memusnahkan mereka, dan banyak bentuk kehidupan lainnya.
Pterosaurus sering kali menjadi hewan di latar belakang, sementara dinosaurus menempati latar depan atau menjadi pemeran utama. Namun, mereka layak mendapatkan lebih banyak pengakuan daripada yang biasanya diberikan. Bukan hanya sebagai hewan purba yang menarik, tetapi juga karena mereka dapat menginspirasi desain pesawat terbang.
Bagaimana reptil purba mampu menginspirasi desain pesawat terbang modern?
Pterosaurus adalah vertebrata pertama yang mengembangkan kemampuan terbang bertenaga. Mereka berada di udara 80 juta tahun sebelum burung dan sekitar 180 juta tahun sebelum kelelawar. Namun, alat terbang mereka agak berbeda dari keduanya. Sayap kelelawar ditopang oleh beberapa jari (seperti jari kita). Burung menggunakan bulu sebagai unit struktural di sayap.
Tetapi pterosaurus terutama memiliki satu jari untuk menopang sayapnya. Sayap utama mereka tersusun dari satu “tulang” raksasa atau unit struktural. Unit struktural itu terdiri dari tulang lengan dan jari keempat yang sangat memanjang. Dilengkapi dengan membran yang membentang dari ujung jari hingga ke pergelangan kaki. Membran ini berfungsi sebagai permukaan terbang.
Sebagai sebuah kelompok, pterosaurus sangat beragam. Beberapa pterosaurus adalah pemancing spesialis, pemakan serangga, predator darat, pemburu serangga, pemecah biji, dan banyak lagi. Beberapa dapat memanjat dengan baik dan banyak spesies sangat mudah berpindah tempat di tanah.
Mereka juga tumbuh sangat besar. Pterosaurus terbesar memiliki lebar sayap lebih dari 10 m dan beratnya dapat mencapai lebih dari 250 kg. Bahkan pterosaurus terkecil pun dapat terbang. Anakan dengan lebar sayap 10 cm mungkin mampu terbang dalam beberapa hari atau bahkan beberapa jam setelah menetas.
Tulang pterosaurus diisi oleh perluasan paru-paru yang disebut kantung udara, dan dindingnya sangat tipis. Hal ini membuat kerangka hewan sangat kaku untuk beratnya (cukup penting saat terbang). “Hal ini juga membuat kerangka mereka sangat rapuh setelah mati, sehingga fosil pterosaurus menjadi langka,” tulis Jo Adetunji di laman The Conversation.
Namun, di beberapa lokasi di seluruh dunia–terutama di Jerman, Brasil, dan Tiongkok–tempat pelestarian fosilnya sangat baik. Karena itu, kita memiliki sejumlah besar fosil pterosaurus dengan kerangka lengkap dan banyak jaringan lunak. Hal ini memberi kita wawasan luar biasa tentang bentuk dan struktur sayap dan cara reptil purba itu terbang.
Selain permukaan sayap utama, pterosaurus memiliki dua permukaan tambahan yang lebih kecil yang akan memberi mereka kendali ekstra. Di bagian depan sayap utama yang terletak di titik puncak siku terdapat selaput kecil antara pergelangan tangan dan pangkal leher. Selaput kecil itu ditopang oleh tulang pergelangan tangan panjang yang unik yang disebut pteroid.
Di bagian belakang tubuh, pterosaurus sebelumnya memiliki selembar selaput besar di antara kedua kaki. Selaput besar itu ditopang di bagian tengah oleh ekor yang panjang dan di setiap sisi oleh jari kaki kelima yang panjang.
Baca Juga: Ketika Fosil Dinosaurus T. rex Jadi Barang Mewah, Hambat Riset Ilmiah
Pterosaurus kemudian membelah membran belakang ini dan hanya memiliki sepotong kecil membran. Potongan kecil membran itu membentang dari pergelangan kaki pada setiap kaki hingga pangkal ekor pendek.
Selain lapisan luar yang menyerupai kulit, sayapnya memiliki setidaknya tiga lapisan utama. “Lapisan utama itu terdiri dari pembuluh darah, lapisan otot, dan lapisan serat pengaku,” tambah Adetunji.
Beberapa mungkin juga memiliki perluasan kantung udara di membran sayap utama. Kantung udara tersebut mungkin dapat digelembungkan dan dikempiskan hingga tingkat tertentu. Oleh karena itu, sayap secara keseluruhan sangat elastis dan fleksibel.
Hal ini akan memberi pterosaurus kendali luar biasa atas sayapnya. Semua ini menjadikan mereka model yang menarik untuk desain pesawat masa depan.
Tantangan terbang
Sayap pesawat tidak (dan tidak dapat) sepenuhnya kaku. Menambahkan fleksibilitas, atau lebih baik lagi, potensi perubahan bentuk yang sebenarnya, dapat memberi mereka manfaat kinerja yang substansial.
Namun, kekakuan dan fleksibilitas perlu diseimbangkan. Masalah dengan aeroelastisitas kecenderungan sayap lunak untuk bergetar dengan cara yang sangat mengurangi kinerja (atau kegagalan terbang). Masalah tersebut pun membatasi seberapa lentur sayap tersebut.
Pterosaurus memiliki beberapa mekanisme untuk mengatasi tantangan ini. Mulai dari mekanisme pasif, seperti serat di dalam sayap. Hingga mekanisme aktif, seperti otot yang membentang di seluruh sayap dan dapat mengencang sesuai permintaan. Anatomi penegang sayap ini merupakan salah satu sistem kontrol aeroelastis paling canggih yang diketahui sains.
Kunci untuk menerapkan pengetahuan tentang pterosaurus pada desain pesawat bukanlah dengan meniru bentuk dan rupa pterosaurus secara persis. Tapi sebaliknya, dengan memahami dan mengekstraksi prinsip-prinsip inti dari anatomi mereka.
Sayap pterosaurus yang bermembran sangat hebat dalam mengubah bentuk. Tepi depan dapat terbentang datar atau tertekan hingga membentuk sudut tajam, berkat membran anterior yang kecil. Permukaan sayap utama dapat mengubah kelengkungannya, atau camber. Bahkan ada bukti bahwa sayap dapat mengatur apa yang disebut camber refleks. Camber refleks adalah bentuk di mana tepi belakang sayap melengkung ke atas.
Bahkan bagian sayap yang kaku (spar) yang terbuat dari tulang dan otot di sekitarnya, dapat bergerak. Pergerakan itu melalui gerakan bahu, siku, dan pergelangan tangan serta fleksibilitas di dalam tulang itu sendiri di dekat ujung sayap. Struktur yang lembut dan berubah bentuk ini memberi pterosaurus kendali luar biasa atas kinerja sayap dari waktu ke waktu.
Baca Juga: Bagaimana Dinosaurus Berhubungan Seks?
Serta mengoptimalkan kecepatan yang lebih rendah atau kecepatan yang lebih tinggi dalam sepersekian kepakan sayap. Hal ini akan membuat mereka sangat mahir dalam penerbangan kecepatan rendah. “Baik untuk belokan tajam dan pendaratan yang presisi dan lembut,” Adetunji menambahkan lagi.
Kemampuan manuver yang baik dan pendaratan yang tepat merupakan nilai tambah bagi kendaraan yang bekerja di lingkungan yang ramai. Seperti di kota atau daerah bencana alam yang penuh dengan puing. Jadi, drone survei dan penyelamatan di masa mendatang dapat mengambil pelajaran dari sistem kendali sayap pterosaurus.
Anatomi sayap pterosaurus yang bersendi dan fleksibel juga berarti bahwa sayapnya dapat dilipat dengan rapat. Dan tidak seperti sayap burung, sayap pterosaurus yang terlipat berfungsi ganda sebagai anggota tubuh yang kuat untuk berjalan.
Karena tangan menyentuh tanah saat berjalan, anggota tubuh depan tersedia untuk membantu mendorong ke udara selama lompatan lepas landas. Model matematika memperkirakan waktu peluncuran setengah detik, dari posisi awal berdiri, bahkan pada pterosaurus terbesar.
Beban mekanis luar biasa yang terkait dengan peluncuran ini ditangani oleh salah satu kerangka dengan kekakuan terhadap berat tertinggi yang pernah berevolusi. Sistem peluncuran cepat dengan sayap terlipat ini memiliki potensi besar untuk aplikasi pada teknologi masa depan.
Bahkan, prototipe sistem sayap lipat yang dimodelkan pada pterosaurus telah menjalani beberapa pengujian. Sayap yang dapat dilipat dan mengepak yang berfungsi ganda sebagai sistem peluncuran memungkinkan pesawat nirawak masa depan lepas landas dengan ruang terbatas. Mungkin saat berada di kapal di laut. Sistem ini juga dapat digunakan untuk memungkinkan pesawat nirawak terbang kecil mendarat dan meluncur lagi dari kawah di Mars.
Planet merah tersebut memiliki atmosfer yang cukup untuk membuat sistem sayap mengepak dan sayap rotor berfungsi. Namun, sistem ini membutuhkan banyak energi dan sulit untuk melayang. Namun sistem itu lebih baik untuk mendarat, mengukur, dan meluncur lagi.
Karena sistem kontrol pesawat nirawak semakin digerakkan oleh perangkat lunak cerdas, kita akan membutuhkan perangkat keras generasi baru yang sesuai. Pterosaurus mungkin memegang kunci untuk membuka masa depan kendaraan udara otonom yang sangat bermanuver dan kompeten. Terutama untuk kondisi yang keras dan lingkungan perkotaan. Kendaraan ini akan ideal untuk pencarian dan penyelamatan atau survei di lokasi yang terlalu berbahaya bagi manusia.
Jadi meskipun telah punah selama 66 juta tahun, pterosaurus memiliki potensi besar sebagai inspirasi untuk desain pesawat. Terkadang melihat ke belakang bisa menjadi cara terbaik untuk melihat ke depan.
--
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat! Dapatkan berita dan artikel pilihan tentang sejarah, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui WhatsApp Channel di https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News di https://shorturl.at/xtDSd. Jadilah bagian dari komunitas yang selalu haus akan ilmu dan informasi!
Source | : | the conversation |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR