Nationalgeographic.co.id—Sekitar 120 juta tahun lalu, seekor burung purba terbang melintasi langit zaman Kapur dengan tengkorak yang mencengangkan—mirip dengan dinosaurus pemangsa terbesar, Tyrannosaurus rex.
Spesies yang dinamai Cratonavis zhui ini ditemukan di China dan menunjukkan bahwa burung-burung awal belum sepenuhnya melepaskan ciri khas dinosaurusnya.
Fosil spesies yang belum pernah diketahui sebelumnya ini memberikan petunjuk penting tentang bagaimana burung mulai berpisah secara evolusioner dari kerabat dinosaurus mereka.
Burung modern adalah keturunan langsung dari dinosaurus, menjadikan mereka satu-satunya garis keturunan dinosaurus yang selamat dari hantaman asteroid yang menghancurkan spesies lainnya sekitar 66 juta tahun lalu.
Namun, bagaimana tepatnya burung berevolusi dari kelompok theropoda—dinosaurus berkaki dua dengan tulang berongga dan tiga jari atau cakar di setiap kaki—masih menjadi misteri. Theropoda sendiri mencakup burung dan juga dinosaurus non-burung seperti Velociraptor.
Spesies ini ditemukan oleh para peneliti di sebuah situs fosil di China dan kemudian diberi nama Cratonavis zhui.
Usia fosil ini menunjukkan bahwa Cratonavis zhui kemungkinan muncul di antara waktu hidup burung paling awal yang dikenal, Archaeopteryx (sekitar 150 juta tahun lalu di periode Jura), dan kelompok Ornithothoraces—kelompok burung era dinosaurus yang telah mengembangkan banyak ciri khas burung modern.
Dalam studi yang diterbitkan di jurnal Nature Ecology and Evolution, para peneliti menganalisis fosil ini untuk mengidentifikasi ciri-ciri yang dimiliki bersama dengan kedua kelompok tersebut.
Melalui pemindaian tomografi komputer resolusi tinggi (CT scan), mereka berhasil merekonstruksi tulang-tulang fosil secara virtual dalam bentuk 3D.
Hasilnya, meski sebagian besar kerangka mirip dengan Ornithothoraces, beberapa tulangnya menunjukkan kemiripan mencolok dengan dinosaurus non-burung. Yang paling mencolok adalah bentuk tengkoraknya, yang menurut para peneliti “hampir identik dengan dinosaurus seperti T. rex.”
Baca Juga: Bagaimana Cara Mamalia Purba Bersembunyi Agar Tak Dimangsa Dinosaurus?
Tengkorak mirip raptor ini penting karena bentuknya kemungkinan membuat Cratonavis zhui tidak bisa menggerakkan paruh atas secara terpisah dari rahang bawahnya.
Sebaliknya, burung modern mampu menggerakkan kedua bagian tersebut secara independen—kemampuan yang diyakini berkontribusi besar terhadap keragaman ekologi burung saat ini, kata Zhiheng Li, penulis utama studi sekaligus paleontolog di Institute of Vertebrate Paleontology and Paleoanthropology (IVPP), Chinese Academy of Sciences.
Karena itulah, lanjutnya, cukup mengejutkan mengetahui bahwa kemampuan ini baru muncul belakangan dalam sejarah evolusi burung.
Selain itu, Cratonavis zhui juga memiliki tulang belikat (skapula) yang sangat panjang dan tulang metatarsal pertama di kaki yang lebih memanjang dibandingkan burung modern.
Skapula berperan penting dalam penerbangan karena membantu memutar bahu dan menggerakkan sayap burung.
Skapula yang memanjang pada Cratonavis zhui kemungkinan berfungsi sebagai kompensasi terhadap struktur penerbangan yang belum sepenuhnya berkembang, kata Min Wang, salah satu penulis studi dan paleoornitolog di IVPP.
Sementara itu, tulang metatarsal yang panjang kemungkinan merupakan sisa dari nenek moyang raptor yang hidup di darat, yang membutuhkan kaki panjang untuk berlari.
Seiring waktu, tulang-tulang ini berevolusi menjadi lebih pendek pada burung modern agar mereka bisa menggunakan hallux—jari kaki besar bercakar—untuk hinggap di dahan dan menangkap mangsa di udara, jelas Thomas Stidham, penulis studi lainnya dari IVPP.
Panjang yang tak biasa pada skapula dan metatarsal pertama ini, menurut Zhonghe Zhou, juga dari IVPP, menunjukkan adanya kelenturan struktural dalam kerangka burung-burung awal.
Kelenturan ini menunjukkan bahwa beberapa ciri rangka dapat berevolusi secara terpisah di berbagai cabang pohon evolusi burung, sebuah fenomena yang dapat disebut sebagai Evolusi Konvergen.
Evolusi konvergen adalah ketika organisme yang tidak berkerabat dekat secara independen berevolusi dan menghasilkan ciri-ciri atau bentuk tubuh yang mirip.
Misalnya, hiu dan lumba-lumba terlihat cukup serupa meskipun keduanya sangat berbeda. Hiu adalah ikan bertelur yang mampu mencium bau darah di air dengan sangat tajam, sedangkan lumba-lumba adalah mamalia cerdas yang menggunakan suara klik dan gema untuk bernavigasi. Perbedaan itu tidak terlalu mengejutkan jika mengingat bahwa nenek moyang bersama mereka hidup sekitar 290 juta tahun lalu.
Namun demikian, Zhou menambahkan, masih dibutuhkan lebih banyak fosil untuk memastikan hal ini.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR