Sultan Ahmed I dilaporkan tergila-gila pada Kosem Sultan yang lincah dan positif. “Kosem Sultan juga berhati-hati untuk tidak terlalu terang-terangan mencampuri masalah politik,” tambah Kuyruk.
Namun, kecerdasannya menjadikannya penasihat penting bagi sultan Kekaisaran Ottoman. Menurut duta besar Venesia Contarini, dalam beberapa hal, pendapat Kosem Sultan dipertimbangkan atau didengar. Perannya dalam pemerintahan kemudian dikomentari oleh utusan Inggris Thomas Roe, yang mencatat bahwa Kosem Sultan telah “memerintah” Sultan Ahmed.
Nenek Sultan Ahmed I yang berkuasa, Safiye Sultan, dibuang ke Old Palace. Dan ibu sang sultan, Handan Sultan, meninggal pada tahun 1605. Momen itu pun menjadi sebuah kesempatan istimewa bagi Kosem Sultan yang ambisius. Karena tidak ada tokoh perempuan senior lainnya, Kosem Sultan yang sudah berkuasa pun akhirnya mengambil alih politik harem. Pengaruhnya tidak hanya diberikan kepada Sultan Ahmed I—yang akhirnya menikahinya—tetapi juga kepada pejabat istana utama. Misalnya pada Mustafa Ağa, pemimpin korps janisari.
Kosem Sultan dan politik istana
Politik istana Kekaisaran Ottoman pada awal abad ke-17 diwarnai oleh beberapa masalah. Kekuasaan Kekaisaran Ottoman menurun karena kekalahan dalam perang di seluruh Eropa. Ibu suri dan haseki bersaing untuk mendapatkan kekuasaan dan pengaruh dalam periode yang dijuluki “Kesultanan Wanita”. Ditambah lagi dengan munculnya sultan anak-anak (dimulai dengan Ahmed I).
Kosem Sultan segera diperkenalkan ke dunia ini ketika ia memasuki istana. Di saat yang sama, ia juga menyaksikan Valide Sultan Safiye yang lama diusir dari istana untuk digantikan oleh ibu Ahmed I, Handan. Namun, alih-alih tertindas oleh sistem ini, Kosem Sultan justru beradaptasi dengannya. Ia memperoleh rasa hormat dari Valide Handan Sultan dan memperlakukan anak-anak Ahmed dari selir-selirnya yang lain seperti anak-anaknya sendiri.
Ia juga menjaga hubungan baik dengan saudara tiri Ahmed I, Mustafa, dan meyakinkan Sultan agar tidak membunuh saudaranya. Hal ini kemudian menguntungkan anak-anaknya. Jadi, jika suatu hari Mustafa naik takhta, ia akan berbelas kasih kepada putra-putra Kosem Sultan. Serta tidak memberlakukan kebijakan pembunuhan saudara, di mana seorang sultan akan mengeksekusi saudara-saudaranya untuk memastikan persatuan politik.
Setelah kematian Ahmed I pada tahun 1617, saudara tirinya, Mustafa, memang dinyatakan sebagai sultan. Namun, karena kondisi mental Mustafa yang dipertanyakan, ia digantikan oleh putra Ahmed I, Osman II.
Upaya Osman untuk melembagakan reformasi negara dan militer membuatnya mendapatkan banyak musuh. Karena alasan itu, maka pada usia 18 tahun, ia dipenjara dan dibunuh. Mustafa sekali lagi naik takhta. Namun kali ini, Kosem Sultan-lah yang mengakhiri kekuasaannya.
Menjadi “Valide Sultan”: ibu suri
Untuk memastikan keamanan anak-anaknya dan dirinya sendiri, Kosem Sultan ingin putranya, Murad, menjadi sultan. Ia mencapai tujuan ini dengan mendapatkan dukungan dari para pejabat istana dan wazir.
Pada tahun 1623, Murad IV menjadi sultan pada usia 11 tahun. Karena ia masih di bawah umur, ibunya, Kosem Sultan, harus mengambil alih kekuasaan. Untuk pertama kalinya dalam 300 tahun kekuasaan Kekaisaran Ottoman, seorang wanita memangku jabatan resmi bupati atau wali penguasa.
Source | : | The Collector |
Penulis | : | Sysilia Tanhati |
Editor | : | Utomo Priyambodo |
KOMENTAR