Nationalgeographic.co.id—Jutaan tahun sebelum manusia mengenal alfabet, dinosaurus telah lebih dulu mengembangkan sistem komunikasi mereka sendiri.
Dari lenguhan bernada rendah yang menggema di hutan purba, tarian penuh gaya untuk menarik pasangan, hingga bulu-bulu berwarna mencolok sebagai isyarat visual—para raksasa dari era Mesozoikum ini ternyata memiliki "bahasa rahasia" yang cukup kompleks.
Meski tidak memiliki email atau pesan singkat untuk saling berkomunikasi, para ilmuwan meyakini bahwa makhluk purba ini memiliki cara tersendiri untuk “berdialog.”
Bentuk komunikasi tersebut kemungkinan mencakup lenguhan, auman suara letupan, tarian, nyanyian, hingga sinyal cinta simbolik yang disampaikan melalui warna-warni bulu yang mencolok.
Petunjuk tentang cara dinosaurus berkomunikasi ini ditemukan dalam catatan fosil dan perilaku hewan-hewan modern yang masih berkerabat, seperti burung dan buaya, jelas Thomas Williamson, kurator paleontologi di New Mexico Museum of Natural History and Science.
“Kami sangat mengandalkan hewan modern untuk menyimpulkan perilaku hewan purba yang telah punah,” ujar Williamson kepada Live Science.
Lenguhan dan Dengungan
Sebuah studi yang diterbitkan dalam jurnal Evolution mengungkap bahwa dinosaurus kemungkinan menghasilkan suara dengan mulut tertutup, mirip seperti bunyi mendengung yang dihasilkan beberapa burung masa kini.
"Suara dengan mulut tertutup adalah bunyi yang keluar melalui kulit di area leher saat paruh tetap tertutup," jelas peneliti utama Tobias Riede, asisten profesor fisiologi veteriner di Midwestern University, Arizona.
Untuk menghasilkan suara ini, burung biasanya mendorong udara ke dalam kantung kerongkongan, alih-alih menghembuskannya lewat paruh terbuka.
Contoh terbaik dari perilaku ini adalah suara mendengkur lembut yang sering terdengar dari burung merpati. Untuk mengetahui bagaimana suara mulut tertutup ini berevolusi, para peneliti menganalisis penyebarannya pada burung dan kelompok reptil lain.
Baca Juga: Dunia Dinosaurus: Asal-usul, Deskripsi, dan Keragaman Spesies
Hasilnya menunjukkan bahwa jenis suara seperti ini telah berevolusi setidaknya 16 kali dalam kelompok Archosauria—yang mencakup burung, dinosaurus, dan buaya.
“Menariknya, hanya hewan dengan ukuran tubuh cukup besar (sekitar sebesar burung merpati atau lebih besar) yang menggunakan vokalisasi dengan mulut tertutup,” jelas Riede dalam sebuah email kepada Live Science.
Karena dinosaurus termasuk dalam kelompok Archosaur dan banyak di antaranya berukuran besar, sangat mungkin mereka juga menghasilkan suara-suara dengan cara serupa.
Tarian dan Corak Tubuh
Dinosaurus yang telah punah — seperti kerabat hidup mereka, burung modern — mungkin “berbicara” lewat lagu, tarian, aroma tubuh, dan bulu-bulu berwarna cerah, kata Williamson.
Berbagai ornamen tubuh seperti tanduk, rumbai, dan jambul di kepala dinosaurus kemungkinan digunakan untuk ritual kawin atau menakut-nakuti pesaing.
Fosil menunjukkan bahwa spesies kerabat Triceratops bernama Protoceratops andrewsi mengembangkan rumbai dan tanduk pipi yang semakin besar seiring bertambahnya usia. Hal ini mengindikasikan bahwa ornamen tersebut berfungsi sebagai alat komunikasi visual, termasuk untuk menarik perhatian pasangan.
Selain itu, rumbai dan tanduk ini juga dapat memberi sinyal tentang usia dan dominasi individu kepada anggota spesies lainnya. Penelitian ini dipublikasikan dalam jurnal Palaeontologia Electronica pada Januari lalu.
Fosil dinosaurus juga memberikan petunjuk menarik tentang kemampuan sensorik mereka. Berdasarkan ukuran mata dan penglihatan kerabatnya (burung dan buaya), dinosaurus kemungkinan memiliki penglihatan warna yang sangat baik.
Penemuan terbaru tentang pola warna pada bulu dinosaurus pun menguatkan dugaan bahwa warna-warni bulu digunakan sebagai sinyal visual dalam komunikasi sosial.
Suara Dalam dari Dunia Purba
Beberapa dinosaurus berhidung bebek, seperti hadrosaurus, memiliki jambul besar yang menyatu dengan saluran napas dan berfungsi sebagai ruang resonansi. Williamson dan rekan-rekannya menemukan bahwa struktur ini mampu menghasilkan suara berfrekuensi rendah.
“Berdasarkan sifat fisik tulang yang mentransmisikan suara dari gendang telinga ke telinga tengah, kami tahu bahwa hadrosaurus mampu mendengar suara yang dihasilkan oleh jambul sesama jenisnya,” kata Williamson.
Ekor panjang milik dinosaurus seperti Diplodocus dan kelompok sauropoda lainnya juga mungkin digunakan untuk menghasilkan bunyi. Beberapa peneliti menduga bahwa ujung ekor mereka bisa dikibaskan dengan kecepatan sangat tinggi, menciptakan suara letupan mirip cambuk yang bisa terdengar dari jarak jauh.
Selain itu, dinosaurus berlapis baja seperti ankylosaurus memiliki saluran napas yang panjang dan berliku, yang kemungkinan digunakan untuk membentuk atau memodifikasi suara sebagai bagian dari sistem komunikasi mereka.
Sauropoda raksasa pun memiliki saluran pernapasan yang panjang di lehernya, yang sangat mungkin menghasilkan suara frekuensi rendah.
Berdasarkan analisis struktur telinga dinosaurus, para ilmuwan menyimpulkan bahwa hewan-hewan ini memiliki pendengaran yang sangat sensitif terhadap suara berfrekuensi rendah.
Suara semacam ini mampu menembus vegetasi lebat dan menjangkau jarak yang luas—memungkinkan satu dinosaurus didengar oleh yang lain dari kejauhan.
“Zaman Mesozoikum pasti merupakan dunia yang luar biasa — semakin semarak dan bising berkat cara dinosaurus berkomunikasi,” ujar Williamson.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Live Science |
Penulis | : | Ricky Jenihansen |
Editor | : | Mahandis Yoanata Thamrin |
KOMENTAR