Nationalgeographic.co.id—Ankylosaurus adalah salah satu dinosaurus berlapis baja, kelompok yang juga mencakup hewan seperti stegosaurus.
Stegosaurus sering memiliki struktur berduri di ujung ekornya, sementara ankylosaurus memiliki struktur keras dan bertulang yang dikenal sebagai ekor gada. Struktur ini jarang ditemukan di alam, hanya glyptodont dan sekelompok kura-kura yang punah yang diketahui memilikinya.
Ankylosaurus sendiri adalah dinosaurus pemakan tumbuhan (herbivora). Lantas, untuk apa ekor gada yang dimiiki ankylosaurus?
Sebuah studi mengungkap bahwa ankylosaurus kemungkinan mengarahkan ekornya ke arah ankylosaurus lainnya, alih-alih ke predator.
Pola cedera pada ankylosaurus yang terawetkan dengan baik yang ditemukan di Amerika Serikat (AS) menambah bukti yang mendukung klaim bahwa ekor ankylosaurus mungkin berevolusi terutama untuk bersaing satu sama lain dalam pertunjukan atau pertempuran memperebutkan sumber daya dan wilayah.
Dr Victoria Arbour, penulis utama penelitian tersebut, mengatakan, "Saya telah tertarik pada bagaimana ankylosaurus menggunakan ekornya selama bertahun-tahun dan ini merupakan bagian teka-teki baru yang sangat menarik."
"Kita tahu bahwa ankylosaurus dapat menggunakan gada ekornya untuk memberikan pukulan yang sangat kuat kepada lawan, tetapi kebanyakan orang mengira mereka menggunakan gada ekornya untuk melawan predator. Sebaliknya, ankylosaurus seperti Zuul crurivastator mungkin saling bertarung."
Meskipun penelitian ini membantu memperkuat teori tentang persaingan antar ankylosaurus, hasilnya belum cukup kuat untuk menyingkirkan teori lain. Karena catatan fosil yang tidak lengkap, sejumlah analisis dalam studi ini tidak memberikan kesimpulan yang pasti, sehingga masih terbuka kemungkinan bahwa ekor gada tersebut berevolusi untuk mempertahankan diri dari predator.
Cara ankylosaurus menggunakan ekornya
Gada pada ekor ankylosaurus dianggap untuk diayunkan ke tulang kaki dinosaurus predator untuk menangkisnya.
Secara umum, ekor berbentuk gada ini dianggap sebagai senjata pertahanan semata, karena ankylosaurus yang merupakan dinosaurus pemakan tumbuhan tidak perlu secara aktif menyerang hewan lain. Beberapa gagasan alternatif, seperti fungsi ekor sebagai kepala palsu untuk mengalihkan perhatian predator dari leher mereka, juga telah ditolak selama bertahun-tahun.
Baca Juga: Ketika Gurun Sahara Menjadi Rumah Bagi Dinosaurus Paling Ganas
Namun, ada satu teori yang masih bertahan: bahwa ekor berbentuk gada digunakan dalam persaingan antarindividu dari spesies yang sama. Hal ini seperti jerapah modern yang menggunakan leher panjang mereka untuk saling memukul dalam pertarungan antar sesama jerapah. Mungkin saja ankylosaurus melakukan hal serupa menggunakan ekor mereka.
Meskipun sulit untuk menguji teori ini secara langsung, studi terhadap spesimen yang terawetkan dengan baik dalam beberapa tahun terakhir menambahkan lebih banyak bukti untuk mendukungnya.
Spesimen Zuul crurivastator ditemukan pada tahun 2014 di Judith River Formation di AS. Saat itu, hanya ekor dan kepalanya saja yang berhasil digali secara utuh.
Sejak saat itu, lebih banyak bagian tubuh yang terungkap dari dalam batu, menampakkan kulit yang terawetkan dan lapisan pelindung bertulang di sepanjang punggung dan sisi tubuhnya. Beberapa lempeng tulang di sekitar pinggul kehilangan bagian ujung tajamnya, dan tampaknya telah sembuh dengan bentuk yang lebih tumpul.
Rekan penulis Dr. David Evans mengatakan, "Fakta bahwa kulit dan pelindungnya tetap utuh seperti potret bagaimana Zuul terlihat saat masih hidup. Luka-luka yang dideritanya selama hidupnya memberi tahu kita tentang bagaimana ia berperilaku dan berinteraksi dengan hewan lain di lingkungan purbanya."
Para peneliti menganalisis posisi dan bentuk luka yang sembuh pada Zuul untuk menilai apakah predasi atau kompetisi merupakan penjelasan yang lebih baik untuk cedera yang diamati.
Para peneliti menyimpulkan bahwa menurut pola luka tersebut kecil kemungkinan disebabkan oleh serangan predator, yang biasanya menyebar secara acak di seluruh tubuh. Sebaliknya, luka-luka tersebut jauh lebih mungkin terjadi di bagian samping tubuh hewan, dengan tingkat kerusakan yang hampir sama di kedua sisi.
Cedera serupa juga ditemukan di sekitar panggul ankylosaurus Mongolia Tarchia tumanovae, yang juga memiliki sejumlah luka di ekornya.
Para ilmuwan menafsirkan kerusakan pada sisi tubuh Zuul sebagai bukti pertempuran, yang menunjukkan bahwa ankylosaurus akan saling bersaing dengan memukul sisi tubuh masing-masing dengan gada ekor mereka. Tidak adanya luka di bagian atas tubuh mendukung hal ini, karena kemampuan dinosaurus untuk menggerakkan ekor mereka ke atas dan ke bawah dianggap terbatas.
Pertarungan ini mungkin terjadi karena perebutan wilayah, sumber daya, atau dominasi sosial. Namun, karena sulitnya membuktikan perilaku pada spesies yang sudah punah, berarti sangat kecil kemungkinan penyebabnya dapat dibuktikan secara meyakinkan.
Bisa juga itu adalah pertarungan memperebutkan pasangan, tetapi karena para ilmuwan belum bisa memastikan jenis kelamin dinosaurus, peran seleksi seksual hampir mustahil dibuktikan.
Meskipun tonjolan yang lebih lebar pada ekor berduri (tail club) mungkin bisa menyebabkan luka yang lebih parah pada predator dibandingkan tonjolan yang lebih kecil, para peneliti mencoba membandingkan hal ini namun terkendala oleh kurangnya bukti fosil.
"Kami tidak menemukan korelasi antara asal-usul atau ukuran ekor berduri dengan meningkatnya ukuran predator," jelas Victoria. "Namun penting juga dicatat bahwa catatan fosil ankylosaurus sangat tidak lengkap, jadi sampel yang kami miliki masih sangat terbatas untuk menguji teori ini."
"Saat ini, belum ada bukti kuat dalam catatan fosil yang menunjukkan bahwa ancaman predator berperan besar dalam evolusi ekor berduri pada ankylosaurus. Tapi itu juga belum bisa kami pastikan sepenuhnya. Secara keseluruhan, kami memiliki bukti yang lebih mendukung bahwa struktur ini muncul karena seleksi seksual—untuk digunakan dalam pertarungan antar sesama spesies (ankylosaurus)."
Saat ini, paling tidak teori persaingan antarindividu tampaknya semakin unggul dalam perdebatan ini.
---
Pengetahuan tak terbatas kini lebih dekat. Simak ragam ulasan jurnalistik seputar sejarah, budaya, sains, alam, dan lingkungan dari National Geographic Indonesia melalui pranala WhatsApp Channel https://shorturl.at/IbZ5i dan Google News https://shorturl.at/xtDSd. Ketika arus informasi begitu cepat, jadilah bagian dari komunitas yang haus akan pengetahuan mendalam dan akurat.
Source | : | Natural History Museum |
Penulis | : | Tatik Ariyani |
Editor | : | Ade S |
KOMENTAR