Penulis: Resa Eka Ayu Sartika/ kompas.com
Sebagai informasi, jenis kelamin kura-kura memang ditentukan oleh kondisi telur mereka saat berkembang.
Sebelumnya, ketimpangan jenis kelamin juga terjadi pada kura-kura laut di Samudra Pasifik. Di wilayah tersebut, sebagian besar telur yang menetas menjadi kura-kura betina.
Para peneliti menyebut hal ini adalah efek pemanasan global.
Sedangkan kasus di AS, tim ilmuwan menemukan efek pendinginan dari penggunaan lahan pertanian yang dikombinasikan dengan efek kimia pencemaran merkuri mempengaruhi demografi kura-kura.
Baca juga: Polusi Udara Tingkatkan Risiko Alzheimer dan Keinginan Bunuh Diri
"Pekerjaan kami menggambarkan bagaimana aktivitas manusia yang dilakukan rutin bisa memiliki efek samping yang tak terduga bagi satwa liar," ungkap Profesor William Hopkins, ahli konservasi satwa liar di Virginia Tech dikutip dari kompas.com. P
rofeor Hopkins juga menjelaskan, mereka menemukan pergeseran jumlah jenis kelamin yang cukup kuat. Dalam hal ini jumlah kura-kura jantan yang menetas lebih banyak dibanding betina.
Menurutnya, ini disebabkan oleh interaksi dua perubahan global yang paling umum di bumi, yaitu polusi dan pertanian. Dengan penggunaan lahan pertanian, sarang kura-kura jenis CST menjadi lebih sejuk.
Akibatnya, lebih banyak telur yang menetas menjadi pejantan. Ketika akan membangun sarang, biasanya kura-kura betina memang lebih tertarik pada lahan pertanian terbuka dan cerah.
Baca juga: Inilah Kota dengan Tingkat Pencemaran Udara Terburuk Menurut WHO
Itu karena musim bertelur mereka terjadi di musim panas. Sayangnya, menurut Hopkins, ini adalah langkah yang buruk.
Membedah Target Ambisius Mozambik Memaksimalkan Potensi 'Blue Carbon' Pesisirnya
Source | : | Science Alert |
Penulis | : | Citra Anastasia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR