Sebelum akhirnya dapat menginjakkan kaki di puncak bukit Karawapop, Misool, kami harus terlebih dahulu melewati dua bebatuan besar—yang membentuk sebuah terowongan kecil dengan jalur mendekati vertical—dan bebatuan karang yang tajam.
“Ayo, sedikit lagi! Tengok ke atas, kamu bisa lihat saya kan?” teriak Febrian, seorang teman seperjalanan, menyemangati saya yang sudah mulai lelah mendaki bukit yang terletak di salah satu dari empat pulau besar di Kepulauan Raja Ampat ini.
Kontur bukit yang terjal dengan karang yang tajam, membuat kami harus secara bergantian memanjat dan menaklukkan medan ini. Pada beberapa area, kami pun harus memanjat sambil merayap ke samping.
Beberapa kali saya harus berhenti dan mengatur napas.
Rasa lelah dan sakit karena goresan karang pun terbayarkan ketika kami berhasil sampai di puncak dan melihat tanda hati yang disajikan alam bagi siapapun yang berhasil sampai di sini.
Tanda hati ini adalah sebuah laguna besar yang dikelilingi oleh gugusan pulau khas lautan Papua Barat. “Indah kan pemandangan dari atas? Mungkin Tuhan menciptakan laguna ini saat sedang berbahagia, jadi bentuknya hati,” ujar Judika, teman seperjalanan yang lain, sembari tertawa kecil.
Perjuangan menuju Karawapop
Cerita di atas sebenarnya hanya sebuah bagian dari perjalanan kami menuju bukit Karawapop. Sebelum akhirnya sampai di sini, kami pun harus melakukan beberapa kali perjalanan menggunakan jalur laut.
Pelabuhan rakyat menjadi gerbang utama menuju Misool. Dengan menggunakan kapal feri (melalui Sorong) menuju Pulau Yelu dan berganti dengan kapal cepat, kami pun tiba di Pulau Toton yang merupakan bagian dari distrik Misool—tempat kami menginap—dalam waktu hampir enam jam.
Perjalanan menggunakan feri ini hanya tersedia tiga kali dalam seminggu. Berbeda dengan Raja Ampat bagian utara yang bisa dituju langsung setiap hari dengan pilihan jalur udara maupun jalur laut.
Penulis | : | Marti Karina PS |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR