Mulai masuk abad ke-19, pelabuhan Sunda Kelapa mulai sepi akibat terjadinya pendangkalan air di daerah sekitar pelabuhan sehingga menyulitkan kapal dari tengah laut yang hendak berlabuh, padahal pada saat itu Terusan Suez baru saja dibuka dan seharusnya bisa menjadi peluang besar bagi pelabuhan Sunda Kelapa untuk dapat berkembang lebih pesat lagi.
Baca juga: Tak Punya Garis Pantai, Angkatan Laut Bolivia Dilarang Sentuh Perairan
Melihat pelabuhan ini menyia-nyiakan potensi yang diberikan oleh Terusan Suez, Belanda kemudian mencari tempat baru untuk mengembangkan pelabuhan baru.
Perhatian Belanda untuk mengembangkan pelabuhan pun jatuh kepada kawasan Tanjung Priok.
Tanjung Priok kemudian berhasil berkembang menjadi pelabuhan terbesar se-Indonesia, peran Pelabuhan Sunda Kelapa pun tergantikan dengan keberadaan Pelabuhan Tanjung Priok ini.
Kini, pelabuhan Sunda Kelapa tidak terlihat sesibuk saat masa jaya nya. Pelabuhan ini sekarang hanya melayani jasa untuk kapal antar pulau di Indonesia. Namun mengingat memiliki nilai sejarah yang tinggi, kini pelabuhan ini dialihfungsikan menjadi situs sejarah. Bangunan-bangunan peninggalan Belanda yang ada di sekitar wilayah pelabuhan kini dijadikan Museum. Ada beberapa museum di sekitar pelabuhan, seperti Museum Bahari, Museum Fatahillah, Museum Wayang dan lain sebagainya.
Penulis | : | National Geographic Indonesia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR