Nationalgeographic.co.id - Badan Nasional Pencarian dan Pertologan (BASARNAS), telah memastikan bahwa pesawat Lion Air JT-610 rute Jakarta-Pangkal Pinang jatuh pada Senin (29/10) pagi, di laut utara Jawa.
Sebelumnya, diketahui bahwa pesawat hilang kontak pada pukul 06.33 WIB, 13 menit setelah lepas landas. Sebanyak 189 orang penumpang berada di dalam pesawat.
Agus selaku operasional Basarnas mengatakan bahwa pihaknya mendapatkan informasi dari ATC Bandara Soekarno Hatta. Setelah itu, Basarnas langsung mengerahkan personel dan kapal untuk mencari pesawat tersebut.
Baca Juga : Pengamat Penerbangan: Ada Dua Kemungkinan Penyebab Jatuhnya Lion Air JT-610
Pesawat Boeing 737 MAX 8 yang jatuh sebenarnya pesawat baru yang dimiliki oleh maskapai bergambar singa ini. Boeing 737 MAX 8 pertama kali diperkenalkan kepada publik pada tahun 2017. Sementara itu, pesawat pesanan Lion Air baru tiba dan dioperasikan pada pertengahan bulan Agustus 2018. Pesawat beregistrasi PK-LQP tersebut dikirimkan langsung dari Boeing Company di Seattle, Amerika Serikat.
Ketua KNKT, Soerjanto Tjahjono bahkan mengatakan bahwa Lion Air JT-610 tercatat baru terbang sebanyak 800 jam terbang.
Lion Air sendiri memesan 50 pesawat dengan jenis yang sama. Tidak hanya Lion Air, pesawat yang dikatakan dapat lebih tenang menembus awan ini sudah dioperasikan oleh 28 operator penerbangan.
Satu perbedaan yang paling mencolok adalah bentuk winglet atau ujung sayap pesawat yang seakan terbelah menjadi dua bagian, satu menjorok ke atas, dan yang satunya menjorok ke bawah. Bentuk baru ini berperan dalam pengurangan guncangan atau turbulensi saat pesawat dalam kecepatan tinggi ataupun tengah menembus awan.
Tidak hanya ketenangan dalam menembus awan, 180 hingga 189 kursi penumpang dengan leg room yang lebih luas juga menjadi daya tarik tersendiri. Bahkan kenyamanan di dalam toilet juga mengalami peningkatan. Toilet dilengkapi dengan mode autodrain yang membuat toilet selalu dalam keadaan kering.
Mesin pesawat pun dirancang untuk lebih ringan dan efisien dalam konsumsi bahan bakar. Dikutip dari Liputan6, Bambang Gunawan, Deputy Director Operation of Lion Air mengatakan bahwa hal ini berdampak pada harga tiket perjalanan yang menjadi lebih murah dibandingkan dengan maskapai yang menggunakan pesawat jenis lain. "Fuel 20 persen lebih irit."
Dengan konsumsi bahan bakar yang lebih sedikit ini, Boeing 737 MAX 8 dapat terbang hingga 6.500 km.
Pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air menjadi pesawat Boeing 737 MAX 8 pertama yang mengalami kecelakaan.
Dudi Sudibyo,pengamat penerbangan menyebutkan bahwa pesawat baru juga bisa mengalami kecelakaan yang terkait dengan banyak penyebab.
"Pesawat bisa terbang selama kurang lebih 12 sampai 14 jam, kemudian kembali lagi ke Jakarta. Yang artinya komponen tersebut jalan terus. Bisa saja karena sudah haus dan tidak ke-detect waktu perawatan tahu-tahu terjadi gangguan pada saat waktu penerbangan," ucap Dudi.
Dudi juga menambahkan mengenai dua kemungkinan penyebab jatuhnya pesawat Boeing 737 MAX 8 milik Lion Air tersebut. Yang pertama adalah permasalahan pada sistem kendali. Yang kedua adalah faktor teknis yang berkaitan dengan mesin.
Baca Juga : Spesies Burung Terbaru Ditemukan di Pulau Rote, Apa Keunikannya?
Sebenarnya, sebuah pesawat memiliki mekanisme "No-Go Item" sendiri. Artinya, sebuah pesawat tidak boleh lepas landas dan terbang bila tidak memenuhi standar kelaikan pada beberapa perangkat. Bahkan pesawat tersebut tidak boleh meninggalkan bengkel perawatan.
No-Go Item sendiri sebenarnya terdiri dari perangkat ataupun peralatan yang jarang rusak. Meski begitu, No-Go Item harus selalu dalam keadaan prima agar pesawat tidak mengalami masalah saat berada di langit.
"No-Go Item tersebut harus tersedia apalagi ketika ada sesuatu, kalau tidak ada di dalam gudang dia bisa meminta kepada pabrik dan No-Go Item harus datang kemana pun di titik dunia dalam 1x24 jam", ucap Dudi.
Selain itu, setiap komponen No-Go Item harus memiliki sertifikat setelah terpasang. Fungsinya adalah untuk memastikan bahwa komponen ini telah terpasang dengan benar. Bila sertifikat belum ada, pesawat tidak diperkenankan meninggalkan area perbaikan karena mengancam keselamatan penerbangan.
Source | : | Berbagai Sumber |
Penulis | : | Loretta Novelia Putri |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR