Peran Swasta dalam Kawasan Konservasi Berorientasi Ekonomi
Jumat, 29 Juli 2011 | 09:56 WIB
Peran swasta dalam pengelolaan kawasan konservasi dinilai terlalu berorientasi terhadap masalah ekonomi ketimbang masalah ekologi. Akibatnya, kawasan konservasi di Indonesia atau sekitar 27,2 hektare justru sebagian menjadi rusak.
Pernyataan tersebut mengemuka dalam sebuah workshop "Green Partnership Peran Serta Swasta Dalam Pengelolaan Kawasan Konservasi" pada Kamis (28/7) di Hotel Hyaat Yogyakarta. Dirjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Departemen Kehutanan Darori menjelaskan dalam pengelolaan kawasan konservasi, swasta seringkali tidak memperhatikan keseimbangan alam kawasan konservasi.
“Swasta mengambil apa yang ada di alam terlebih dahulu sebelum mereka memetakan kawasan konservasi. Seharusnya, mereka mengonsep dengan jelas kawasan konservasi baru bisa mengambil kekayaan alam tanpa merusak alam,” paparnya usai acara tersebut.
Dirinya melanjutkan, langkah swasta tersebut seringkali diketahui oleh pemerintah daerah setempat tanpa mendapat izin dari pemerintah pusat. Menurutnya, ada kesalahpahaman mengenai aturan pengelolaan hutan oleh swasta. “Selama ini Pemda beranggapan bahwa pengelolaan hanya berada di tangan provinsi. Padahal dalam aturannya, Pemda hanya memiliki wewenang terhadap hutan lindung, sedangkan hutan konservasi dan hutan produksi menjadi wewenang pemerintah pusat,” paparnya.
Akibat kesalahkaprahan, saat ini kurang lebih enam perusahaan swasta di Indonesia telah dicabut izinnya karena terbukti merusak alam. Perusahaan tersebut di antaranya berda di daerah Banyuwangi, Jawa Barat, serta Sumatra Utara.
Sementara itu, Darori juga menyayangkan dukungan kepala daerah setempat terhadap swasta. Darori menyebutkan terdapat 11 kepala daerah yang terindikasi mengeluarkan izin untuk perusakan kawasan konservasi. Kepala daerah tersebut tersebar di Kalimantan dan Sulawesi. Di Kalimantan sendiri bahkan ditemukan 2.000 kasus perusakan hutan yang memakan 15 juta hektare kawasan perkebunan dan pertambangan.
Untuk mengatasi masalah ini, UU Perkebunan akan direvisi dan Departemen Kehutanan akan memberikan sanksi yang ketat terhadap Pemda dan pihak swasta tersebut.
Chafid Fandeli, staff pengajar bagian konservasi sumber daya hutan, mengatakan pemaknaan privatisasi kawasan konservasi seharusnya mencakup beberapa hal, yakni seluruh fungsi dan manfaat kawasan harus terjamin dalam kondisi bagus, memberi kesejahteraan bagi masyarakat, memberi nilai ekonomi untuk meningkatkan kualitas kawasan, dan memberi sumbangan pembangunan.
REKOMENDASI HARI INI
Druze, Minoritas Penghuni Dataran Tinggi Golan yang Antikawin Campur
KOMENTAR