Hati merupakan organ dalam tubuh yang mempunyai tugas penting dan kompleks demi kelangsungan seluruh fungsi tubuh. Fungsi hati penting untuk mengontrol metabolisme tubuh, jaringan dan organ. Dengan kata lain, hati yang sehat memberi dampak langsung pada kesehatan tubuh.
Memang, secara alami hati punya kemampuan melindungi diri dengan cara meregenerasi. Kenyataannya, organ hati ternyata banyak berurusan dengan bahan-bahan yang berpotensi merusak, seperti bahan-bahan kimia dalam darah. Akibatnya, hati rentan terkena cedera, misalnya sirosis hati.
Sirosis hati adalah salah satu penyakit yang mengganggu pelaksanaan fungsi-fungsi hati. Sirosis ditandai dengan terjadinya kerusakan hati yang progresif dan memiliki kecenderungan tidak bisa diperbaiki. Sering diakibatkan oleh infeksi, hepatitis B dan C menahun, penggunaan alkohol berlebihan, atau penyakit autoimun.
Tak hanya itu. Bila berkelanjutan, sirosis hati juga berisiko berkembang menjadi kanker hati atau dalam istilah kedokteran dikenal sebagai hepatocellular carcinom. Lebih dari setengah jumlah pasien yang terdiagnosis mengalami kanker hati biasanya mengidap sirosis.
Pencegahan Sirosis Hati
Hal paling penting dalam tahap pencegahan perkembangan sirosis hati adalah deteksi dini dan memperlambat proses perkembangan penyakit tersebut. Pemeriksaan darah rutin salah satunya.
Lewat cara itu penderita bisa mengetahui perkembangan fungsi hati, kadar serum protein, protrombin, alanine transaminase (ALT), bilirubin dan lainnya. Hal ini baik dilakukan sehingga dapat memperpanjang usia penderita.
Selain itu, ada juga tahap pemeriksaan asites untuk mendeteksi cairan berlebih. Jika terdapat akumulasi cairan pada rongga perut yang sangat cepat dan tidak diketahui penyebabnya, penderita harus melakukan prosedur paracentesis. Evaluasi aktivitas adenosine deaminase (ADA), pemeriksaan kultur bakteri serta pemeriksaan sitologi juga dapat memastikan apakah benar mengidap sirosis hati.
Tak hanya itu. Pemeriksaan CT scan dapat membantu melihat perbandingan ukuran yang abnormal dari lobus. Jiks kepadatannya rendah, terlihat perubahan nodular, pembesaran pada hepatic portal, serta pembesaran limpa dan akumulasi cairan pada perut, maka dapat dipastikan penderita telah mengidap sirosis hati.
Sebenarnya, cara praktis untuk mencegah perkembangan sirosis hati adalah mengonsumsi karbohidrat dan protein yang cukup, mengoptimalkan asupan vitamin C serta mengurangi kadar garam. Namun, yang lebih utama adalah cara mencegah pembentukan jaringan parut hati lebih lanjut agar dapat memperlambat kerusakan sel-sel hati.!break!
Alternatif Pengobatan
Sirosis hati terjadi karena gangguan fungsi organ hati yang disebabkan rusaknya struktur jaringan hati. Pada umumnya, penanganan sirosis hati melalui makanan, obat, atau transplantasi organ hati.
Transplantasi hati baik dilakukan apabila pengobatan melalui obat-obatan dan bedah umum sudah tidak efektif lagi. Transplantasi organ hati dapat meningkatkan fungsi hati dalam waktu singkat, memperpanjang usia penderita dan dapat mengobati sirosis hati.
Berdasarkan kasusnya, sirosis terjadi karena adanya penggantian jaringan normal dengan jaringan fibrous sehingga sel-sel hati akan kehilangan fungsinya. Namun ternyata, jaringan sel-sel organ hati yang rusak dapat diperbaharui melalui intervensi arteri, yakni transplantasi sel induk. Sel induk dapat memainkan perannya untuk memperbaiki dan meregenerasi sel-sel organ hati.
Proses pengobatan ini membutuhkan waktu tiga bulan. Namun, proses tersebut terbilang singkat jika dibandingkan sistem pengobatan umumnya. Pasalnya, pengobatan mencakup tiga kali operasi tranplantasi sel induk yang membutuhkan selang waktu 8 sampai 25 hari.
Sebagai hasil dari perkembangan bioteknologi, Guangzhou Meyo Stem Cells Hospital, Tiongkok, telah melakukan pengamatan kepada 400 kasus penderita sirosis hati pada fase dekompensasi dan mencatat data yang relevan. Setelah transplantasi suspension sel induk ke dalam organ hati melalui arteri organ hati, minggu ke-4 setelah proses transplantasi kadar plasma albumin meningkat drastis.
Tak hanya itu. ALT dan AST mengalami penurunan. Sebanyak 370 kasus mengalami kondisi fisik dan selera makan yang berangsur membaik. Rasa kembung berkurang dialami sebanyak 330 kasus (82.5%), cairan pada rongga perut berkurang dan edema pada kedua kaki berkurang sebanyak 350 kasus (87.5%).
Pasien transplantasi sel induk tidak perlu khawatir akan efek samping beracun. Pasalnya, sel induk memiliki sistem imun yang rendah sehingga sangat jarang terjadi rejeksi. Oleh karena itu, setelah menjalani operasi, penderita tidak perlu mengonsumsi banyak obat-obatan untuk melawan rejeksi.
Fakta itu seolah membuktikan bahwa fungsi sel induk yang berkembang menjadi sel baru dapat memperbaiki kerusakan pada organ hati, memulihkan fungsi hati dan meningkatkan kualitas hidup penderita. Fungsinya efektif dan didukung dengan teknik induksi laboratorium yang matang dapat membuat sel induk berkembang menjadi sel jaringan organ paling kita butuhkan.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR