Meriam kuno itu belum mendapat penelitian lebih jauh. Tapi, melihat ciri fisiknya, sejumlah pihak menyakini meriam kuno berbahan perunggu itu termasuk peninggalan kerajaan Majapahit. Bentuk dan fitur relief meriam di Bissorang itu bisa dipastikan jenisnya adalah Cetbang, senjata andalan armada laut kerajaan Majapahit masa lampau.
Meriam kuno ini masih disimpan dan dirawat dengan baik oleh seorang warga setempat yang dipercaya untuk menjaganya. Kondisi meriam bersih dan mulus. Semua relief dan ukirannya masih nampak jelas. Sayangnya, tidak ada literatur yang bisa menjelaskan keberadaan meriam kuno Majapahit ini, apakah hasil rampasan perang dari kapal armada Seram ataukah sudah disana sebelumnya.
Penduduk Bissorang menyebutnya ba’dili atau Papporo Bissorang. Meriam ini diperkirakan sudah ada melalui hubungan antarkerajaan Majapahit. Menurut sejarahnya, senjata jenis meriam itu sudah ada disana sejak Kampung Bissorang dulunya berada di pesisir pantai kemudian pindah ke puncak bukit batu.
Pada masa silam, Selayar punya peran penting dalam perdagangan rempah-rempah di Moluccan alias Maluku. Pulau ini menjadi tempat singgah para pedagang untuk mengisi armada lautnya dengan sejumlah bekal sembari menunggu musim yang baik untuk berlayar. Dari situlah, muncul kata “Selayar”. Nama Selayar berasal dari kata cedaya, yang dalam bahasa Sansekerta bermakna satu layar. Konon, kata ini dipilih lantaran banyak perahu satu layar yang singgah di sini.
Kata cedaya telah diabadikan namanya dalam Kitab Negarakertagama karangan Empu Prapanca pada abad 14. Ditulis bahwa pada pertengahan abad 14, sewaktu Kerajaan Majapahit dipimpin oleh Hayam Wuruk yang bergelar Rajasanegara, Selayar digolongkan dalam Nusantara, yaitu pulau-pulau lain di luar Jawa yang berada di bawah kekuasaan Majapahit. Ini berarti bahwa armada Gajah Mada atau Laksamana Nala pernah singgah di pulau ini.
Jadi, misteri Bissorang belum lagi terungkap. Saya pun masih penasaran. Sebab, situs ini harus saya kunjungi saat singgah di Selayar, sebelum meneruskan perjalanan bahari menuju Taman Nasional Taka Bonerate, yang menyajikan panorama perairan dangkal ala ataman surgawi tropis.
Penulis | : | |
Editor | : | Julie Erikania |
KOMENTAR