Nationalgeographic.co.id - Perambahan dan pembukaan lahan untuk perkebunan masih menjadi salah satu penyumbang kerusakan utama di Rawa Tripa yang berada di Kecamatan Darul Makmur Kabupaten Nagan Raya, Aceh.
Data analisis Geographic Information System (GIS) yang dibuat oleh Yayasan Hutan Alam dan Lingkungan Aceh (HAkA) memperlihatkan bahwa tutupan hutan di Rawa Tripa semakin berkurang setiap tahunnya.
Pada Desember 2016, tutupan hutan hanya tersisa 6.200 hektar. Perhitungan ini dilakukan berdasarkan SK Menhut No.190/Kpts-II/2001 tentang Pengesahan Batas KEL Daerah Istimewa Aceh.
Sedangkan pada Desember 2017, tutupan hutan di Rawa Tripa tersisa menjadi 5.824 hektar atau berkurang 376 hektar. Ini terjadi hingga September 2018 dengan menyisakan 5.460 hektar.
Baca Juga : Satelit Pertama untuk Mempelajari Perubahan Iklim Berhasil Diluncurkan
Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kehidupan satwa liar, terutama orangutan Sumatra yang kini keberadaannya semakin terancam.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh mencatat, pada tahun 1990, populasi orangutan di Rawa Tripa mencapai 3.000 individu. Pada tahun 2012, jumlahnya semakin menyusut hingga 250-300 individu. Tahun 2013, orangutan yang tersisa hanya sekitar 150-200 individu.
“Pembukaan lahan untuk perkebunan dan perambahan mendukung itu semua,” ujar Sapto Aji Prabowo, Kepala BKSDA Aceh, melansir Mongabay, Jumat (2/11/2018).
Baca Juga : Yarchagumba, Jamur Ulat yang Terancam Punah Akibat Perubahan Iklim
Sapto khawatir populasi orangutan Sumatera akan hilang apabila Rawa Tripa terus dibuka untuk perkebunan dan kegiatan lain.
Ia menambahkan bahwa solusi yang dapat dilakukan adalah dengan menjaga 11.000 hektar kawasan Rawa Tripa yang telah ditetapkan sebagai hutan lindung dan kawasan konservasi ini.
Salah satu staf Yayasan Ekosistem Lestari (YEL), Anto menjelaskan bahwa sejak 1 Oktober 2010 sampai 30 Agustus 2018, YEL telah mengevakuasi 14 individu orangutan sumatera dari Rawa Tripa.
“Mereka terpaksa dipindahkan ke tempat lain karena terjebak di area yang telah rusak," kata Anto.
Source | : | mongabay.co.id |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gita Laras Widyaningrum |
KOMENTAR