Nationalgeographic.co.id - Tradisi Nyapat Taon semakin hilang seiring berjalannya waktu. Tradisi yang berlangsung sekali dalam setahun ini dilakukan sebagai bentuk puji syukur kepada Tuhan yang Maha Esa atas keberhasilan tanaman padi yang ditanam warga.
Salah satu tokoh agama, Isma'il mengakui, meski sering dianggap tidak masuk akal, tetapi sebuah adat harus tetap dilakukan meskipun tidak ada kewajiban dalam melaksanakannya.
Padahal, kegiatan yang hampir punah ini bukan tradisi yang dilakukan secara sembarang. Tradisi ini memiliki makna permohonan kepada sang pencipta, tetapi dengan sarana yang berbeda.
Baca Juga : Susu Sapi A2, Apa yang Membedakannya dengan Susu Sapi Biasa?
"Dengan menghadirkan tokoh agama dan para ulama, mengharapkan keberkahan, dan dari adat istiadat, kita juga tidak lepas dari hukum akal, makli, atau adat," ujar Isma'il, melansir Tribun Pontianak, Senin (12/11/2018).
Isma'il menyayangkan tradisi ini akan semakin hilang karena ritual adat ini sudah tidak dilakukan selama kurang lebih 20 tahun. Meski begitu, ia mengatakan bahwa tradisi ini dilaksanakan kembali 2 tahun terakhir.
Nyapat Taon dilakukan setelah kegiatan panen. Kemudian dilanjutkan dengan meletakan sesajen di berbagai sudut yang sudah disediakan.
Baca Juga : Popcorn Dapat Menyebabkan Penyakit Kanker? Bagaimana Menurut Sains?
Kepala Bidang Kebudayaan, Dinas Pendidikan Kabupaten Kayong Utara, Jumadi Gading mengatakan bahwa kegiatan tersebut sudah masuk dalam cagar budaya.
Lebih lanjut Jumadi mengatakan bahwa tradisi tersebut masuk dalam cagar budaya tak bendawi dan menjadi salah satu kekayaan budaya yang ada.
"Jadi memang kita berharap kepada masyarakat dapat terus dilakukan, dan ini kita lihat juga dari semangat gotong royongnya, dan silaturahmi masyarakat setempat," kata Jumadi.
Source | : | Tribun Pontianak |
Penulis | : | Nesa Alicia |
Editor | : | Gregorius Bhisma Adinaya |
KOMENTAR