Ahli Ungkap Rahasia Geologi Danau Toba, yang Terbesar di Asia Tenggara

By National Geographic Indonesia, Jumat, 16 November 2018 | 18:25 WIB
Lapisan pada tebing yang terbentuk akibat proses sedimentasi dari batuan vulkanik dari letusan maha dahsyat Gunung Toba yang terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu. (Novian Kusmana)

Siapa yang tak kenal dengan Danau Toba? Danau Toba yang punya dikenal sebagai danau terbesar di wilayah Asia Tenggara ini punya sejarah geologi yang menarik. Rahasia geologi dalam pembentukan Danau Toba sudah menarik perhatian para ahli sejak lama.

Penasaran dengan rahasia geologi itu sejumlah ahli berdatangan ke Danau Toba. Mereka ingin mempelajari rahasia geologi Danau Toba dari dekat. Ada 30 orang ahli geologi dari Exploration Academy (EXA), Pertamina Hulu Energi (PHE) yang pergi ke Siborong-borong, sebuah kecamatan di wilayah Tapanuli Utara, Sumatra Utara. Di tempat ini, para ahli geologi mengunjungi beberapa situs geologi untuk menyingkap rahasia batuan sedimen di lingkungan Danau Toba. 

Kami langsung menuju lokasi pertama, Sungai Naborsahor. Sungai ini adalah salah satu dari 200-an anak sungai yang bermuara ke Danau Toba. Sungai Naborsahor merupakan lokasi yang sangat baik untuk mengamati sedimen lacustrine Danau Toba yang tersingkap akibat aktivitas penambangan pasir oleh warga. 

Pengamatan geologi di Sungai Naborsahor yang merupakan lokasi yang sangat baik untuk mengamati sedimen lacustrine Danau Toba yang tersingkap akibat aktivitas penambangan pasir oleh warga. (Novian Kusmana)

Berjalan kurang lebih 100 meter menyusuri sungai Naborsahor, kami tiba di titik pertama. Sebuah singkapan berupa tebing dengan ketinggian kurang lebih 10 meter. Menurut Purnama Ary Suandhi, ahli geologi dari GDA Consulting, yang bertugas sebagai field trip team leader, lapisan pada tebing tersebut terbentuk akibat proses sedimentasi dari batuan batuan vulkanik dari letusan maha dahsyat Gunung Toba yang terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu. Usia endapan ini masih terbilang "muda". Pada bagian atas berusia sekitar 10-11 ribu tahun, dan pada lapisan bawah berusia 74 ribu tahun. 

Lapisan pada tebing yang terbentuk akibat proses sedimentasi dari batuan batuan vulkanik dari letusan maha dahsyat gunung Toba yang terjadi sekitar 74 ribu tahun yang lalu. (Novian Kusmana)

Saat sedang seru serunya berdiskusi, hujan turun, dan kami segera menggunakan jas hujan dan sedikit bergeser ke pelataran rumah warga untuk berteduh. Diskusi kembali berlanjut. Ternyata hujan deras sekalipun tak mampu menyurutkan semangat para ahli geologi ini yang selalu haus akan hal baru.

Diskusi terus berlanjut hingga hujan sedikit mereda. Kami melanjutkan pengamatan. Purnama, kerap dipanggil Mas Pur, mengingatkan untuk berhati hati mengingat usia sedimen yang masih muda sehingga masih bersifat loose dan mudah longsor. Saking serunya mengamati singkapan, tanpa terasa hari mulai gelap. Dan perjalanan hari ini diakhiri. Kami menuju penginapan untuk beristrahat.

Para ahli ingin mengungkap rahasia geologi yang menyelimuti pembentukan Danau Toba. (Novian Kusmana)

Pada hari berikutnya, eksplorasi sedimentasi Danau Toba akan dilakukan di Pulau Samosir. Selepas sarapan, briefing singkat terkait keamanan selama perjalanan kembali diberikan. Penyebrangan menuju pulau Samosir memakan waktu sekitar 30 menit. Cuaca cukup cerah pagi ini, permukaan air danau toba juga tenang sehingga kami bisa menikmati keindahan danau toba.

Tiga puluh menit berlalu, kami tiba di Pelabuhan Sumber Sari, Pulau Samosir. Perjalanan dilanjutkan dengan perjalanan darat kurang lebih 2 jam untuk mencapai lokasi pertama pagi ini, yaitu di Pangururan. Singkapan di lokasi ini juga masih berusia “muda”, sama seperti singkapan di sisi Sungai Naborsahor.

Perjalanan dilanjutkan ke lokasi kedua, Danau Sidihoni. Nah ini sungguh unik.Terdapat danau di suatu pulau yang berada di atas danau. Sederhananya, ada danau di atas danau. Hal ini terjadi karena adanya pergerakan geodinamika dari sesar sumatera yang bersinggungan dengan pulau Samosir. Sambil menikmati indahnya panorama Danau Sidihoni, kami beristirahat makan siang.

Lokasi terakhir yang akan dikunjungi siang ini adalah Pantai Cinta Damai di daerah Simarmata. Di lokasi ini kami mengobservasi lakustrin dangkal dan delta lakustrin modern. Di Danau Toba, yang menjadi penanda dari sedimen endapan danau ini adalah diatomea yang berasal dari cangkang Algae yang kompisisinya silika. Algae ini hidup di dalam danau dan cangkangnya menyerap silika yang banyak terkandung di Danau Toba, karena Danau Toba sendiri adalah danau vulkanik yang tentunya akan menghasilkan material silika dalam jumlah yang berlimpah. Di lokasi ini juga kami mengambil core sedimen untuk dilakukan pengamatan lebh lanjut.

Selagi asyik berdiskusi, tetiba hujan turun. Kami menyelesaikan diskusi di Pantai Cinta Damai dan langsung bertolak menuju pelabuhan untuk kembali ke Parapat. Kami berkejaran dengan waktu dan cuaca. Karena biasanya semakin sore cuaca semakin kurang bersahabat, dan akan berbahaya untuk menyeberang.

Tiba di Parapat kami langsung menuju Kualanamu. Perjalanan hari ini masih cukup panjang. Dibutuhkan waktu kurang lebih 4 jam untuk tiba di Kualanamu. Perjalanan 2 hari yang panjang dan cukup melelahkan. Namun dapat menikmati dan mengamati keunikan dari Danau Toba mampu membayar itu semua.

Danau dengan panjang 100 kilometer, lebar 30 kilometer dan memiliki kedalaman hingga 505 meter menjadikan Danau Toba sebagai danau kaldera terbesar di dunia. Berada di ketinggian 905 meter dari permukaan laut membuat udara di area Danau Toba sangat sejuk. 

Keseluruhan sungai yang bermuara ke Danau Toba sebanyak 289 sungai. Dari angka itu, 57 diantaranya mengalirkan air secara tetap, dan sisanya merupakan sungai musiman. Sehingga danau toba dapat menyimpan cadangan air tawar sebagai bahan baku air minum. Outlet Danau Toba hanya satu, menuju Sungai Asahan yang telah dimanfaatkan menjadi pembangkit energi listrik.

Keunikan lainnya dari Danau Toba ini terletak pada proses pembentukannya. Kaldera Toba terbentuk dari 4 kaldera yang terjadi susul menyusul selama 1,2 juta tahun terakhir. Erupsi/letusan pertama yang diketahui di Toba membentuk 35 kilometer Kaldera Haranggaol. Ini terjadi pada masa 1,2 juta tahun yang lalu. Tufa atau lapisan batuan yang terbentuk disepakati para ahli sebagai Haranggaol Dacite Tuff.

Kemudian sekitar 840.000 tahun yang lalu, Kaldera Porsea mengalami erupsi dengan memuntahkan 500 km kubik material erupsi. Inilah lapisan tufa tertua Toba atau disebut dengan Oldest Toba Tuff (OTT) yang berusia 840.000 tahun. Kemudian aktivitas erupsi terjadi lagi di bagian utara Toba sekitar 500.000 tahun yang lalu. Enam puluh kilometer kubik material erupsi dimuntahkan. Diduga erupsi ini berasal dari kaldera yang sama dengan yang menghasilkan tufa Haranggaol yang lebih tua. Para ahli sepakat untuk menamakannya dengan Middle Toba Tuff (MTT) yang berumur 500.000 tahun.

Dan akhirnya pada 74.000 tahun yang lalu, Toba mengalami erupsi raksasa dengan memuntahkan tufa yang lebih muda, Youngest Toba Tuff (YTT). Sekitar 2.800 kilometer kubik material erupsi dimuntahkan oleh gunung api Toba. Erupsi terakhir ini memacu keruntuhan struktur yang mengakibatkan amblasnya kubah di atas magma. Runtuhan inilah yang menciptakan kaldera raksasa yang kita lihat sebagai Danau Toba saat ini. (Laksmi Indra/Bayu Dwi Mardana)