Canggih, Organ Tubuh Manusia untuk Donor Bisa Dikirim dengan Drone

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 20 Desember 2018 | 11:48 WIB
Drone ini membawa ginjal selama 62 menit dengan kecepatan 42 mil/jam. (University of Maryland Medical Center)

Nationalgeographic.co.id - Meningkatnya popularitas drone dalam beberapa tahun terakhir, membuatnya digembor-gemborkan sebagai masa depan transportasi dunia yang bisa membawa paket ke semua orang.

Namun, selain itu, para peneliti sedang mengembangkan drone agar dapat digunakan di bidang medis. Mereka berharap dapat memakai drone untuk mengantarkan organ tubuh manusia untuk operasi transplantasi.

Selama ini, organ tubuh yang akan didonorkan, dikirim ke seluruh negeri dengan pesawat komersial atau penerbangan pribadi yang mahal. Dengan drone, organ tubuh individu dapat langsung diangkut menuju rumah sakit tempat pasien menunggu untuk dioperasi.

Baca Juga : Hanya Perlu Dicas Seminggu Sekali, Ini Baterai Ponsel di Masa Depan

Dr. Joseph Scalea dari University of Maryland Medical Center, memimpin ide ini agar benar-benar bisa direalisasikan di dunia nyata.

"Tiga tahun lalu, saya mulai bertanya kepada diri sendiri mengapa kita harus menunggu pesawat komersial untuk mengantarkan organ tubuh. Pasien-pasien saya jadi harus menunggu organ donornya datang karena tidak ada penerbangan yang tersedia hari itu. Dan saya kesulitan menerima fakta tersebut. Saya rasa, kita bisa melakukan lebih baik dari itu," papar Scalea kepada Newsweek.

"Saya dan rekan-rekan medis kemudian bekerja sama dengan beberapa orang cerdas. Kami menemukan solusi menakjubkan untuk meningkatkan akses donor menggunakan drone," tambahnya.

Pada Maret lalu, University of Maryland Medical Center diberitahu bahwa ada ginjal yang tidak cukup sehat untuk digunakan dalam uji transplantasi. Dalam rangka menjaga kualitas ginjal dan memantau kondisinya, pengangkut khusus bernama Human Organ Monitoring and Quality Assurance Apparatus for Long-Distance Travel (Homal) pun dibuat. Biosensor nirkabel yang dikombinasikan dengan GPS ini, menyajikan data waktu, suhu, tekanan dan lokasi organ.

Pengangkut khusus bernama Homal diciptakan untuk membawa ginjal dengan drone. (University of Maryland Medival Centre.)

Tak lama kemudian, empat belas misi pengiriman organ menggunakan drone DJI M600 Pro, diluncurkan. Kendaraan tak berawak itu terbang selama 62 menit, membawa ginjal dengan kecepatan hingga 42 mil per jam.

Hasilnya menunjukkan bahwa organ tubuh tersebut tetap sehat selama 4,5 jam pengujian. Biopsi sebelum dan sesudah penerbangan dengan drone juga menyatakan bahwa ginjal tidak menunjukkantanda-tanda kerusakan sama sekali.

"Manfaat drone ini berkali lipat. Ia mampu mengirim organ dari tempat A ke B tanpa perantara, menghemat waktu donor dan pasien sehingga memperbaiki kualitas organ ketika sampai ke penerima. Sangat efisien," tutur Scalea.

Biosensor nirkabel dikombinasikan dengan GPS, menyajikan data waktu, suhu, tekanan dan lokasi organ yang diangkut drone. (University of Maryland Medical Center)

Meski begitu, ia menekankan perlu beberapa kali percobaan lagi di 2019 untuk membuktikan ketahanan organ ketika dikirim melalui drone.

U.S. Federal Aviation Administration juga melarang kendaraan tanpa awak (UAV) seperti drone, terbang di atas 122 meter. Kecepatannya pun tidak boleh melebihi 100 mil per jam. Selain itu, UAV juga tidak diizinkan terbang di atas orang-orang dan gedung-gedung pemerintahan, serta harus tetap berada di garis pandang operator setiap waktu. Semua larangan ini akan menyulitkan drone untuk sampai di rumah sakit yang terletak di kota besar.

Baca Juga : Aliran Listrik Sebagai Obat, Pendekatan Radikal Dunia Kedokteran

Namun, jika tantangan di atas bisa ditangani, potensi manfaatnnya sangat besar. Sekitar 20% ginjal hasil donor di AS, pada akhirnya dibuang karena tidak bisa sampai ke pasien yang cocok dalam waktu cepat. Dengan kata lain, ada sekitar 2.700 organ tubuh manusia yang terbuang sia-sia setiap tahunnya.

Scalea berharap, setelah beberapa kendala hukum dan teknologi teratasi, pengiriman organ dengan drone bisa segera dilaksanakan sehingga pasien yang membutuhkan bisa menerimanya dengan lebih cepat. Juga agar tidak adalagi organ yang terbuang.

"Transportasi organ tidak mengalami inovasi selama 50 tahun. Saya rasa, langkah yang kami buat ini akan memberikan perbedaan," pungkas Scalea.