Suku Bajo, Penjelajah Air yang Ditakdirkan Menjadi Penyelam Terkuat

By Gita Laras Widyaningrum, Kamis, 27 Desember 2018 | 10:11 WIB
Selama berabad-abad, suku Bajo dikenal sebagai penjelajah air. (Matthieu Paley/National Geographic)

Nationalgeographic.co.id - Jika Anda menahan napas dan membenamkan diri ke dalam air, tubuh secara otomatis mengaktifkan ‘respons menyelam’. Detak jantung melambat, pembuluh darah menyempit, dan limpa berkontraksi. Semua reaksi ini membantu kita menyimpan energi saat kekurangan oksigen.

Kebanyakan orang hanya dapat menahan napas di air selama beberapa detik. Namun, suku Bajau (atau yang akrab disapa dengan suku Bajo) bisa menyelam selama 13 menit di kedalaman 200 kaki. Orang-orang nomaden ini hidup di dalam air di sekitar Filipina, Malaysia dan Indonesia. Mereka menyelam demi mencari ikan atau elemen alam yang bisa digunakan untuk membuat kerajinan.

Sebuah studi yang dipublikasikan pada jurnal Cell memberikan petunjuk pertama bahwa mutasi DNA untuk limpa yang lebih besar memberikan suku Bajau keuntungan genetis sehingga bisa hidup di kedalaman laut.

Bergantung pada limpa

Dari semua organ di dalam tubuh kita, limpa mungkin bukan yang paling istimewa. Secara teknis, kita bisa hidup tanpa limpa. Namun, jika memilikinya, organ ini membantu menyokong sistem kekebalan tubuh dan mendaur ulang sel darah merah.

Penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa anjing laut, mamalia yang menghabiskan sebagian besar hidupnya di bawah air, memiliki limpa besar yang tidak proposional. Melissa Llardo, pemimpin penelitian dari Center for Geogenetics, University of Copenhagen, ingin mengetahui apakah karateristik ini juga dimiliki manusia penyelam.

Baca Juga : Pendidikan bagi Anak-Anak Suku Anak Dalam

Selama perjalanannya ke Thailand, Llardo mendengar informasi mengenai ‘penjelajah air’ dan tertarik dengan kemampuan mereka yang melegenda.

“Pertama-tama, saya ingin bertemu dengan mereka. Tidak hanya muncul dengan peralatan ilmiah lalu pergi begitu saja,” katanya saat ditanya tentang kunjungannya ke Indonesia.

“Saat kedatangan yang kedua, saya membawa mesin ultrasound portabel dan alat untuk mengumpulkan air liur. Kami mengunjungi satu rumah ke yang lainnya untuk memotret limpa mereka.”

“Mereka terkejut karena saya pernah mendengar tentang orang-orang Bajau,” tambah Llardo.

Ia juga mengambil data dari suku Saluan, yang tinggal di dataran Indonesia. Membandingkan dua sampel tersebut, tim Llardo menemukan fakta bahwa ukuran rata-rata limpa orang Bajau, 50% lebih besar dari organ milik suku Saluan.