Satelit Mata-mata AS Ungkap Situs Kuno dan Bersejarah di Timur Tengah

By Gita Laras Widyaningrum, Rabu, 9 Januari 2019 | 12:00 WIB
Dengan menggunakan satelit mata-mata dari 1960-an, situs kuno Timyr tengah yang hilang bisa ditemukan. (Center for Advanced Spatial Technologies/University of Arkansas)

Nationalgeographic.co.id - Ketika Amerika Serikat meluncurkan satelit mata-mata pertama pada 1960-an, kameranya menangkap pemandangan permukaan Bumi yang belum pernah dilihat sebelumnya.

Meskipun pernah digunakan untuk mengungkap rahasia militer penting dari musuh-musuh AS, tapi gambar satelit yang ditemukan baru-baru ini memberikan "jendela" penting ke masa lalu.

Para ilmuwan menggunakan foto-foto satelit yang berusia puluhan tahun tersebut untuk merekonstruksi situs arkeologis Timur Tengah yang telah menghilang selama bertahun-tahun akibat urbanisasi, pengembangan lahan, dan pertumbuhan industri.

Baca Juga : Alat Pembersih Sampah Plastik di Samudra Pasifik Mengalami Kerusakan

Dengan membandingkan gambar dari satelit mata-mata dengan foto terbaru, para ilmuwan dapat melacak permukiman serta situs bersejarah penting yang terhalang atau hancur.

Menurut Jackson Cothren, pemimpin proyek sekaligus profesor geosains di University Arkansas, adanya aplikasi online gratis yang dapat mengoreksi gambar dalam sistem kamera satelit membuatnya lebih mudah dalam menganalisis foto-foto kuno itu.

Mata-mata di langit

Memiliki nama kode "Corona", satelit pemula ini dibuat pada akhir 1950-an oleh para ahli dari Angkatan Udara AS dan CIA.

Dari 1960 hingga 1972, Corona mengambil gambar individu yang masing-masing meliputi area seluas 10x120 mil. Satelit tersebut berhasil mengumpulkan lebih dari 800 ribu foto yang kemudian diberikan kepada U.S Geological Survey.

Sempat ada kesulitan dalam mengklasifikasikan foto dari Corona. Kamera panorama Corona yang menangkap area luas dengan resolusi sangat tinggi, membuat proses pemetaan sangat sulit. Cothren mengatakan, gambar yang dihasilkan seperti kumpulan "kupu-kupu besar di tanah".

Untuk mengatasi masalah tersebut, mereka mengembangkan alat berbasis web yang dijuluki "Sunspot". Seseorang hanya tinggal mengunggah foto-foto dari Corona, kemudian Sunspot akan menghasilkan file yang sudah diperbaiki dan sesuai dengan software pemetaan. Para peneliti kemudian menggunakan Sunspot untuk membuat Corona Atlas, basis data gambar Corona yang sudah terkoreksi.

Baca Juga : Hanya Perlu Dicas Seminggu Sekali, Ini Baterai Ponsel di Masa Depan