Tahun Baru Imlek dan Perayaannya di Indonesia dari Masa ke Masa

By National Geographic Indonesia, Selasa, 5 Februari 2019 | 07:00 WIB
Remaja putri dengan gaun merah memasang hiasan kepala ala Dinasti Qing, menjelang Imlek di Atambua. (Feri Latief)

Aneka pernak-pernik khas imlek mulai ramai dijajakan di sejumlah pusat perbelanjaan. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Traveler)

Gus Dur yang saat itu sudah menjadi ketua PBNU secara lantang membela pasangan Tionghoa tersebut di pengadilan dengan menjadi saksi. Hingga akhirnya peristiwa lokal tersebut, mencuat dan menjadi perlawanan nasional secara terbuka di masa Orde Baru.

Seiring berjalanannya waktu, Gus Dur terus menyuarakan keberpihakan dan pembelaannya kepada kaum minoritas, terutama para etnis keturunan Tionghoa yang terkekang selama masa Orde Baru. Bahkan Gus Dur tidak ragu untuk mengaku bahwa dirinya memiliki darah Tionghoa. Gus Dur alias Abdurrahman Wahid mengaku bahwa ia adalah keturunan dari Tan Kim Han yang menikah dengan Tan A Lok, saudara kandung Raden Patah (Tang Eng Hwa), pendiri Kesultanan Demak.

Pada saat menghadiri perayaan imlek 2553 Kongzili yang diselenggarai oleh MATAKIN bulan Februari 2002 Masehi, Presiden Megawati Soekarnoputri mengumumkan bahwa mulai 2003, Imlek menjadi hari Libur Nasional. Pengumuman ini ditindaklanjuti dengan dikeluarkannya Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hari Tahun Baru Imlek tertanggal 9 April.