Terasi dalam Catatan Terlawas Penjelajah Inggris

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 15 Februari 2019 | 12:00 WIB
Salah satu contoh fermentasi terasi dari Belitung. (Hafidz Novalsyah/National Geographic Indonesia)

Peta rute pelayaran Anna Forbes di Hindia Belanda koleksi National Geographic Indonesia. (Mahandis Yoanata Thamrin)

Tampaknya inilah catatan tertua dari Eropa yang mengungkapan rasa terasi. “Sebuah komposisi bau yang kuat, namun menjadi hidangan yang sangat lezat bagi penduduk asli,” tulis Dampier dalam bukunya.

Dampier menerangkan tentang terasi dalam catatan penjelajahannya yang sohor, A New Voyage Round the World yang terbit pada 1707. Tampaknya inilah catatan tertua dari Eropa yang mengungkapan rasa terasi.

“Sebuah komposisi bau yang kuat, namun menjadi hidangan yang sangat lezat bagi penduduk asli,” tulis Dampier dalam bukunya. Campuran udang dan ikan kecil dibuat menjadi semacam acar lembut, ditambah garam dan air, dan kemudian adonan itu dimasukkan ke dalam sebuah bejana tanah liat yang rapat. Acar itu membuat  ikan melunak dan menjadi bubur. Kemudian mereka menuangkan arak ke dalam guci dan mengawetkannya.

“Ikan lembek yang masih tersisa itu disebut trassi,” tulis Dampier. “Aromanya sangat kuat. Namun, setelah menambahkan sedikit bagiannya, rasa masakan menjadi lumayan gurih.”

Baca Juga : Makam Serdadu dan Anjing Kesayangannya yang Dibantai Laskar Dipanagara

Catatan perjalanan Anna Forbes diterbitkan pertama kali pada 1887. Perempuan itu memulai penjelajahannya dari Batavia dan sekitarnya, kemudian berlayar menuju Sulawesi dan berlabuh di Makassar.

Setelah beberapa lama di kota itu, dia melanjutkan berlayar ke Maluku,  Ambon, Banda, dan terakhir di sebuah permukiman orang-orang Portugis di Timor.  

Anna mengungkapkan perjalanannya merupakan bagian dari menjalani hidup. Lengkap dengan kenikmatan, kesenangan dan rasa ketidaknyamanan—demam sepanjang perjalanan. Terasi, sebagai bagian yang tak terpisahkan dari dapur Nusantara, telah memberikan kenangan pengalaman melancong baginya.