Nationalgeographic.co.id - Saat mendengar kata Majapahit, ingatan kita mungkin akan kembali ke guru sejarah yang menerangkan bahwa Majapahit adalah kerajaan besar yang berpusat di Jawa Timur. Beberapa sumber terpercaya menyebut kerajaan Majapahit berkuasa cukup lama, sekitar tahun 1293 sampai 1500 M.
Namun sayangnya, hanya sedikit bukti sejarah tentang Majapahit yang bisa dijadikan kilas balik. Majapahit seperti ditelan bumi, peninggalan bekas kerajaan tersohor ini minim ditemukan. Lokasi persis di mana pusat kerajaannya pun masih menjadi misteri. Sebagai gantinya, Majapahit lebih banyak meninggalkan mitos dan cerita folklore.
Baca Juga : Revitalisasi OLVEH: Simbol Jakarta yang Tenggelam
Mengingat kembali tentang Majapahit, berikut 5 fakta tentang kerajaan Hindu-Budha terakhir yang menguasai Nusantara dan dianggap sebagai yang terbesar dalam sejarah Indonesia.
1. Pendiri Majapahit
Majapahit tak akan ada jika Raden Wijaya tidak membangunnya. Dia adalah pendiri sekaligus raja pertama Majapahit yang lihai dalam berstrategi. Namun, siapakah Raden Wijaya dan dari mana dia berasal?
Raden Wijaya adalah sebutan yang lazim digunakan untuk menyebut pendiri kerajaan Majapahit oleh para sejarawan. Namun, saat dia hidup sekitar abad ke-13, kita belum mengenal istilah Raden. Nama Wijaya sendiri ada di kitab Paraton yang ditulis sekitar abad ke-15.
Dalam kitab Nagarakertagama, tertulis pendiri kerajaan Majapahit adalah Dyah Wijaya. Dyah adalah gelar kebangsawanan dan merupakan cikal bakal gelar "Raden". Namun nama aslinya adalah Nararya Singgramawijaya, sesuai dalam prasasti Kudadu yang dibuat Wijaya pada 1294.
Menurut kitab Pararaton, Raden Wijaya adalah putra Mahisa Cempaka yang merupakan pangeran Singasari. Dia tumbuh di istana kerajaan Singasari. Namun, ada banyak informasi berbeda terkait asal usul Raden Wijaya.
2. Masa kejayaan dan peran Hayam Wuruk
Kerajaan yang berdiri sekitar 1293 hingga 1500 M ini mencapai puncak kejayaan saat dipimpin Hayam Wuruk yang berkuasa sejak 1350 sampai 1389. Di bawah pemerintahan Hayam Wuruk, daerah kekuasaan mencakup seluruh nusantara, yakni meluas sampai ke Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, Tumasik (Singapura) dan sebagian kepulauan Filipina. Sekitar 98 kerajaan pada saat itu ada di genggaman Majapahit.
Hayam Wuruk menjadi pemimpin saat usianya 16 tahun. Meski sangat muda, tindak tanduknya memimpin kerajaan tertuang dalam Nagarakertagama. Tertulis bahwa tidak ada satu pun yang mampu mengganggu kedamaian pemerintahannya. Dia adalah raja keempat kerajaan Majapahit setelah mewarisi tahta ibunya, Tribhuwana Tunggadewi atau putri Raden Wijaya.
3. Panglima tertinggi Gajah Mada
Keberhasilan Hayam Wuruk tak lepas dari pengaruh Gajah Mada. Menurut Negarakertagama, dia adalah panglima tertinggi, mahapatih, sekaligus tangan kanan Hayam Wuruk.
Diperkirakan Gajah Mada lahir pada awal abad ke-14 dari kalangan rakyat biasa. Untuk menjadi bagian pasukan kerajaan, dia harus menempa diri melebihi orang lain dan menjadi Maha Patih tidak didapat dengan cuma-cuma.
Gajah Mada diyakini sebagai Lembu Muksa atau titisan dari Dewa Wisnu. Dengan keyakinan masyarakat tersebut, Gajah Mada mendapat legitimasi yang sangat kuat dari seluruh rakyat Majapahit, sehingga mendapatkan dukungan kepatuhan yang kuat dari rakyat dan kepercayaan yang besar dari Raja.
Awal kariernya dimulai sebagai anggota prajurit Bhayangkara. Karena kemampuannya, ia pun diangkat menjadi Bekel atau Kepala Prajurit Bhayangkara dengan tugas memimpin pasukan pengaman dan pengawal Raja.
Pada 1321, dia dipromosikan menjadi Patih di Daha, wilayah yang lebih luas dibanding sebelumnya, menggantikan Arya Tilam. Di sana, Gajah Mada mendapat pendidikan, pelatihan, dan bimbingan dari Maha Patih Maja Patih saat itu, yaitu Arya Tadah. Melihat kemampuan Gajah Mada yang luar biasa tampaknya membuat Arya Tadah sengaja mengkader Gajah Mada untuk menggantikan posisinya kelak.
4. Sumpah Palapa
Sumpah Palapa sebenarnya adalah janji politik yang diucapkan Gajah Mada ketika dilantik sebagai Maha Patih. Ini adalah janji yang sangat melegenda hingga saat ini dan mungkin akan selalu dikenang. Berikut Sumpah Palapa seperti dimuat dalam kitab Pararaton:
"Sira Gajah Mada Pepatih amangkubumi tan ayun amukti palapa, sira Gajah Mada : “Lamun huwus kalah Nusantara ingsun amukti palapa, lamun kalah ring Gurun, ring Seram, Tanjungpura, ring Haru, ring Pahang, Dompo, ring Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, saman ingsun amukti palapa.”
Artinya : Beliau Gajah Mada menjabat Patih Mangkubumi tidak ingin menikmati palapa, beliau Gajah Mada berkata : “Kalau sudah kalah seluruh Nusantara, saya akan menikmati palapa : Kalau sudah kalah Gurun, Seram, Tanjungpura, Haru, Pahang (Semenanjung), Dompo, Bali, Sunda, Palembang, Tumasik (Singapura), pada waktu itulah saya menikmati palapa.
Janji politik yang benar-benar diwujudkannya untuk menyatukan Nusantara, yaitu kawasan yang lebih besar dari Indonesia tapi meliputi seluruh semenanjung Malaya (Malaysia dan Singapura), Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Sunda kecil, Bali, Maluku, Papua, hingga wilayah Darwin (Australia).
Baca Juga : Kisah Tak Terperi Para Kuli Hindia Belanda
5. Runtuhnya Majapahit
Kematian Gajah Mada pada 1364 menjadi awal redupnya kejayaan Majapahit. Namun belum ada yang dapat memastikan penyebab kematian sang Maha Patih.
Setelah Gajah Mada meninggal, Hayam Wuruk sangat terpukul dan menolak menunjuk Maha Pahit lain. Alasan Hayam Wuruk melakukan itu karena dia berutang budi pada Gajah Mada yang membawa puncak keemasan dan sangat menghormatinya.Artikel ini telah tayang di Kompas.com, penulis: Gloria Setyvani Putri. Baca artikel sumber.