Telusuri Asal Kata, Pendidik Ini Ingatkan Kita Agar Berhati-hati dengan Ndasmu

By , Selasa, 9 April 2019 | 08:23 WIB
Meminta atau mengucapkan kata maaf seringkali dianggap remeh, nyatanya hal ini sulit untuk dilakukan. (Bychykhin_Olexandr/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Tak ada kaitannya dengan politik. Sebagai media, National Geographic Indonesia menyiarkan fakta yang dapat disingkap dan ditelisik. Sebab, manusia selalu punya rasa ingin tahu, tentang apa saja yang ada di dunia. 

Ada satu hal yang menarik. Calon Presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto melontarkan kritik kepada Pemerintahan Jokowi yang kerap menonjolkan pertumbuhan ekonomi 5 persen sebagai suatu pencapaian.

Prabowo bahkan mengatakan "ndasmu" (kepalamu) untuk mengomentari pertumbuhan ekonomi RI.

Baca Juga : Lelaki Asal Lituania Ini Jadi Satu-satunya Penumpang Pesawat Boeing 737-800 Tujuan Italia

Ingat ya, National Geographic Indonesia tak akan membahas soal kampanye calon presiden. Namun, National Geographic Indonesia tertarik dengan pemakaian kata "ndasmu" itu. 

Apabila kita buka kembali catatan penulis Giri Lumakto dalam karyanya yang bertajuk "Hati-hati dengan 'Ndasmu'" telah mengingatkan pada kita tentang pemakaian kata ini. 

Pendidik yang mendapat gelar "Kompasianer of the Year 2018" itu telah mengangkat contoh kasus "ndasmu" pada 2016. 

Baca Juga : Inilah Alasan Menteri Susi Pudjiastuti Re-tweet Soal Sampah Plastik di Pantai Sendang Biru

Berikut petikan karya Giri Lumakto: 

"Bermula dari tweet K.H Mustofa Bisri (Gus Mus) tentang jumatan di jalan tidak dianjurkan, seorang pemuda hampir digruduk dan dimaki netizen.

Pemuda dengan akun @panduwijaya_ dengan kasarnya menjawab tweet dari akun Gus Mus @gusmugusmu. Kata kasar yang terlontar adalah kepalamu atau 'ndasmu' dalam bahasa Jawa. Sontak saja netizen yang mengerti dan hormat pada Gus Mus marah pada akun @panduwijaya_ yang bernama asli Pandu Wijaya ini. (berita selengkapnya disini)

Dan masalah ini pun sudah dapat mereda di Twitland. Pandu Wijaya telah meminta maaf. Bahkan Fadjroel Rahman, Presiden Komisaris tempat Pandu Wijaya bekerja telah menghaturkan maaf. Dan dengan sejuk, Gus Mus sudah memaafkan pemilik akun @panduwijaya_.

Kata ndasmu sendiri merupakan umpatan terkasar dalam bahasa Jawa. Ndas merupakan kata benda level terbawah untuk menggantikan kata kepala. Diatas kata ndas ada sirah (untuk level orangtua) dan mustoko(level untuk sastra dan konteks keraton). Dan kata ndas sendiri merupakan 'kepala' yang diperuntukkan untuk hewan. Contohnya adalah ndas pitik (kepala ayam) atau ndas kebo (kepala kerbau). Tidak lazim dan tepat menyematkan kata sirah untuk ayam, sirah pitik

Address level kata 'kepala' dalam bahasa Jawa ini merupakan social deixis dalam ranah sosiolinguistik. Kata ganti nomina untuk kepala ada ndas untuk hewan, sirah untuk orangtua, mustoko untuk sastra dan konteks keraton. Begitupun untuk kata ganti orang, kowe untuk kawan, dan panjenengan/njenengan untuk orangtua dan orang asing, Sistem pemilihan level kata ini disebut unggah ungguh boso dalam bahasa Jawa.

Jika tidak ingin dicap 'tidak sopan' di Jawa Tengah/Timur, hati-hati dengan penggunaan diksi Basa Jawa. Kehati-hatian ini tercermin jelas dalam axioma Jawa Ajining diri ono ing lati, ajining rogo ono ing busono. Jika diterjamahkan ke Bahasa Indonesia berarti martabat diri ada di lidah, dan martabat raga ada di busana. Mirip sekali dengan peribahasa Indonesia, mulutmu harimaumu. Jika berucap salah atau tidak tepat, tak ayal akibat negatif bisa didapat.

Dan penggunaan ndasmu untuk reply sebuah tweet yang sejatinya nasihat dari ulama yang dihormati, adalah salah. Dan dalam hal ini, jika kearifan lokal masih dipegang teguh, berucap kasar seperti tadi tidak bisa dibiarkan. Wajar jika orang-orang yang kenal dan hormat kepada Gus Mus naik pitam. Bukankah diskusi menyoal amali ibadah bisa didiskusikan dengan baik. Daripada melempar umpatan yang berakibat tidak baik."

Nah, membaca karya itu, yuk kita kembali bijak dalam memilih kata.