Tatkala Tambora menggelegar dahsyat pada April 1815, Roorda tengah berada dalam kecamuk Perang Napoleon. Barangkali dia pun tak ambil pusing apa yang terjadi di Hindia Belanda pada saat yang sama.
Namun, si penjaga justru marah dan berkilah bahwa anjing tersebut milik sang raja. Mendengar jawaban tersebut, si pedagang pun mencela bahwa Sang Raja Tambora adalah seorang kafir. Celaan itu akhirnya sampai ke telinga Sang Raja, yang membuatnya murka.
Sang Raja mengundang pedagang itu untuk menjebaknya dalam siasat santap bersama. Jebakan itu adalah, hidangan daging anjing untuk pihak si pedagang dan hidangan daging kambing untuk pihak Sang Raja. Usai bersantap, si pedagang merasa dijebak. Meski demikian, dia tetap membantah telah menyantapnya. Sang Raja pun berdalih, membantah perkataannya berarti mati. Para prajurit segera meringkus si pedagang dan menggiringnya ke puncak Tambora. Sang pedagang pun tewas dibunuh.
Tatkala para prajurit tengah menuruni pinggang Tambora, gunung tersebut menggelegak dan menggelegar dahsyat. Inilah murka dan azab Tuhan kepada Kerajaan Tambora, demikian ungkap naskah tersebut.