Buat Kita Bangga, Batik Jadi Busana Delegasi Dewan Keamanan PBB. Inilah Sejarah Batik Indonesia!

By , Rabu, 8 Mei 2019 | 12:52 WIB
Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi (dua kanan) , Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres (tengah), Duta Besar Jerman untuk PBB Christoph Heusge (tiga kiri), dan Koordinator Politik Misi Perancis untuk PBB Antoine Michon (dua kiri), terlihat mengenakan batik saat hadir dalam Sidang Dewan Ke (KEMENTERIAN LUAR NEGERI RI)

Ketekunan dan kesabaran sangat dibutuhkan oleh seorang pembatik. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Dalam perkembangannya, batik Mojokerto dan Tulung Agung banyak dipengaruhi oleh batik Yogyakarta. Ini karena selama bentrokan tentara kolonial Belanda dengan pasukan Pangeran Diponegoro, beberapa pasukan Kyai Mojo mengundurkan diri ke arah timur di daerah Majan. 

Oleh karena itu, karakteristik batik Kalangbret dari Mojokerto hampir sama dengan batik Yogyakarta, yang pada dasarnya putih, warnanya coklat muda dan biru gelap.

Era Penyebaran Islam

Batoro Katong Raden yang merupakan keturunan kerajaan Majapahit membawa ajaran Islam ke Ponorogo, Jawa Timur. Dalam perkembangan Islam di Ponorogo, terdapat sebuah pesantren yang terletak di daerah Tegalsari yang dipimpin oleh Kyai Hasan Basri yang merupakan menantu raja Kraton Solo. 

Proses pemberian warna pada kain batik. (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Batik kala itu masih terbatas di lingkungan istana sampai akhirnya dibawa keluar dari istana dan dikembangkan di Ponorogo. Daerah batik tua yang dapat dilihat sekarang adalah daerah Kauman dari Kepatihan Wetan yang meluas ke desa Ronowijoyo, Mangunsuman, Kertosari, Setono, Cokromenggalan, Kadipaten, Nologaten, Bangunsari, Bekasi, Banyudono dan Ngunut.

Era Kolonial

Era ini menjadi sejarah terakhir batik Indonesia. Dalam sastra Eropa, teknik batik pertama kali dijelaskan dalam buku Sejarah Jawa (London, 1817) yang ditulis oleh Sir Thomas Stamford Raffles. Dia merupakan gubernur di Jawa selama Napoleon menduduki Belanda. 

Pada tahun 1873, Van Rijekevorsel, seorang pedagang Belanda, memberikan sepotong batik yang diperoleh selama kunjungan ke Indonesia ke Museum Etnik di Rotterdam.

Pada awal abad ke-19 batik mulai berkembang dan semakin dikenal.

Warna pada batik menggunakan bahan pewarna alami (Bhisma Adinaya/National Geographic Indonesia)

Pada tahun 1900, batik dipamerkan di Exposition Universelle, Paris yang membuat publik dan seniman kagum.

Sejak industrialisasi dan globalisasi yang memperkenalkan teknik otomatisasi, jenis-jenis batik baru bermunculan -- mulai dikenal sebagai batik cap dan batik cetak. Sementara batik tradisional yang diproduksi dengan teknik tulisan tangan masih dibuat menggunakan canting dan lilin.