Habitatnya Terancam, Harimau Benggala Rentan Alami Kepunahan

By Gita Laras Widyaningrum, Senin, 13 Mei 2019 | 11:45 WIB
Harimau benggala. (Thorsten Spoerlein/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id – Perubahan iklim dan kenaikan permukaan laut pada akhirnya akan memusnahkan salah satu spesies harimau terbesar dan terlangka di dunia.

Menurut laporan terbaru dari PBB, harimau benggala menjadi satu dari 500 ribu spesies yang kelangsungan hidupnya dipertanyakan akibat adanya ancaman terhadap habitat alami mereka.

Sundarbans, yang merupakan rawa seluas 4.000 mil di Bangladesh dan India, menampung hutan bakau terbesar di dunia. Ekosistemnya kaya akan beberapa ratus spesies hewan, termasuk harimau benggala.

Baca Juga : Aktivitas Manusia Membahayakan Spesies di Bumi, Ini Lima Faktor Pentingnya

Namun kini, menurut studi yang dipublikasikan pada jurnal Science of the Total Environment, 70% area Sundarbans hanya beberapa meter di atas permukaan laut. Perubahan yang muncul saat planet semakin menghangat cukup untuk memusnahkan beberapa ratus harimau benggala yang tersisa di sana.

Studi 2010 dari WWF juga menyatakan bahwa kenaikan permukaan laut sebesar 11 inci dapat mengurangi jumlah harimau di Sundarbans sebanyak 96% dalam beberapa dekade.

“Pada 2070, tidak akan ada lagi habitat harimau yang tersisi di Sundarbans Bangladesh,” ungkap studi yang dilakukan sepuluh peneliti tersebut.

Sejak 1900-an, hilangnya habitat, perburuan, dan perdagangan ilegal bagian tubuh hewan, telah memusnahkan populasi global harimau. Dari yang tadinya sekitar 100 ribu menjadi kurang dari empat ribu.

Di Sundarbans Bangladesh, lonjakan peristiwa ekstrem dan perubahan vegetasi akan semakin mengurangi populasinya. Dan ketika Sundarbans banjir, konflik bisa muncul antara manusia dan harimau saat hewan tersebut menjelajah ke luar habitatnya untuk mencari wilayah baru.

“Banyak hal akan terjadi,” kata Dr. Mukul, asisten profesor manajemen lingkungan di Independent University.

“Situasinya bisa lebih buruk jika ada topan, wabah penyakit, atau kekurangan makanan di daerah tersebut,” imbuhnya.

Pada Oktober, sebuah laporan penting dari panel ilmiah PBB menemukan fakta bahwa jika emisi gas rumah kaca berlanjut, atmosfer akan menghangat sebanyak 2,7 derajat Fahrenheit pada 2040.