Temuan Ahli Antropologi di Balik Mantra Misterius dari Barus

By Mahandis Yoanata Thamrin, Rabu, 22 Mei 2019 | 05:00 WIB
(Sebastian Munster)

 

Nationalgeographic.co.id— “Ketika saya ke Barus, apabila ada orang sakit, ternyata ke dukun dulu, baru pada kondisi tertentu baru ke Puskesmas,” kenang Rusmin Tumanggor. “Jadi Puskesmas itu alternatif, pengobatan primernya adalah dukun.”

Rusmin adalah guru besar bidang antropologi kesehatan dari Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah. Dalam diskusi santai yang dihelat di Jalan Sabang, Jakarta Pusat, dia mengisahkan penelitian untuk disertasinya yang bermula sekitar 25 tahun silam. Subjek penelitiannya tentang sistem kepercayaan yang telah memasuki budaya pengobatan tradisional di Barus.

Dia pun menjumpai para datu—sebutan dukun setempat—dan menemukan 395 mantra jampi yang terkait kepercayaan animisme dan dinamisme.

Barus adalah sebuah kawasan pesisir barat Sumatra, bagian Tapanuli Tengah. Riwayat perniagaan selama berabad-abad mencatatnya sebagai penghasil kamper atau kapur barus. Sampai hari ini pohon kapur (Dryobalanops aromatica) penghasil kamper masih tumbuh di Aceh Singkil, Subulussalam, dan Tapanuli Tengah.

Pemerian soal Barus muncul pertama kali dalam cerita "Tabula Asiae XI" karya kartografer Ptolomaeus sekitar tahun 160 Masehi. Cerita itu kemudian direproduksi dan dipublikasikan dalam bentuk peta oleh Sebastian Munster pada 1550. Inilah peta tertua yang turut menggambarkan "kelima pulau" Baruffae Anthropophagi—baca: Barussie yang Kanibal.

Baca juga: Kota Cina, Bandar Penting Ketika Sriwijaya Surut. Di Manakah Itu?

Nukilan (Sebastian Munster)

 

Perlu diingat, ungkap Rusmin, bahwa kapur barus yang dimaksud di sini berupa kristal keputih-putihan yang terdapat dicelah lapisan-lapisan kayu kapur atau kamper setelah berumur di atas 50 tahun. "Bukan kapur barus sintetik yang dijual di minimarket-minimarket itu."