Empat mahasiswa Universitas Trisakti tewas akibat ditembak peluru tajam milik aparat keamanan.
Aksi penembakan peluru karet dan peluru tajam serta pemukulan oleh aparat keamanan juga menyebabkan lebih dari 200 orang terluka.
Sehari kemudian, pada 13-15 Mei 1998, terjadi sebuah kerusuhan bernuansa rasial di Jakarta dan sejumlah kota besar.
Hingga saat ini belum diketahui siapa yang bertanggung jawab atas Tragedi Trisakti dan Kerusuhan Mei 1998 itu.
Mahasiswa se-Jakarta, Bogor, Tangerang, dan Bekasi mendatangi Gedung MPR/DPR, Mei 1998, menuntut reformasi dan pengunduran diri Presiden Soeharto.
Akan tetapi, tragedi dan kerusuhan tidak menghentikan mahasiswa untuk terus bergerak.
Baca Juga: Peluru Nyasar di Gedung DPR, Bagaimana Mekanisme Keluarnya Peluru dari Senjata Api?
Pada 18 Mei 1998, aksi mahasiswa dalam jumlah akbar berhasil menguasai gedung DPR/MPR.
Saat itulah, posisi Soeharto semakin terpojok.
Sebab, pada hari itu juga pimpinan DPR/MPR yang diketuai Harmoko meminta Soeharto untuk mundur dari jabatannya sebagai presiden.
Namun, Soeharto berusaha melakukan perlawanan.
Salah satunya adalah dengan menawarkan pembentukan Komite Reformasi sebagai pemerintahan transisi hingga dilakukannya pemilu berikutnya.
Soeharto pun menawarkan sejumlah tokoh seperti Abdurrahman Wahid dan Nurcholish Madjid untuk bergabung.
Baca Juga: Apa Saja yang Akan Terjadi Jika Manusia Tinggal di Mars? Berikut di Antaranya