Namun, sejumlah tokoh yang ditemui Soeharto pada 19 Mei 1998 itu menolak.
Menurut Nurcholis, dilansir dari Kompas, ide Komite Reformasi itu sendiri berasal dari Presiden Soeharto.
Nurcholis membantah bahwa ada tokoh yang mengusulkan itu saat bertemu Soeharto di kediaman Jalan Cendana, Jakarta Pusat.
Penolakan juga disampaikan sejumlah tokoh yang tidak menghadiri pertemuan.
Ketua Umum PP Muhammadiyah PP Amien Rais misalnya, yang mempermasalah mengenai ketidakjelasan kapan pemilu itu akan dilakukan.
Menurut Amien Rais dan sejumlah tokoh, Komite Reformasi merupakan cara Soeharto untuk mengulur waktu dan tetap berkuasa.
Soeharto semakin terpukul setelah 14 menteri di bawah koordinasi Menko Ekuin Ginandjar Kartasasmita menolak bergabung dalam Komite Reformasi atau kabinet baru hasil reshuffle.
Bahkan, dalam pernyataan tertulis yang disusun di Gedung Bappenas pada 20 Mei 1998, 14 menteri itu secara implisit meminta Soeharto untuk mundur.
Soeharto sadar posisinya semakin lemah. Kegalauan Jenderal yang Tersenyum itu mencapai puncaknya pada Rabu malam itu, 20 Mei 1998.
Atas sejumlah pertimbangan, dia pun memutuskan untuk mundur esok harinya, 21 Mei 1998. Dan begitulah kisah Soeharto di akhir kekuasaannya. (Bayu Galih)
(Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "21 Mei 1998, Saat Soeharto Dijatuhkan Gerakan Reformasi...")