Kisah Sederhana Manusia Tertua Indonesia yang Pernah Temani Soekarno Ritual di Lereng Gunung Kelud

By , Jumat, 24 Mei 2019 | 16:35 WIB
Jasad Mbah Arjo Suwito diberangkatkan dari rumah duka di Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Rabu (22/5/2019). (Tribunjatim| Surya)

Nationalgeographic.co.id - Almarhum Mbah Arjo punya kehidupan istimewa. Sosok sederhana ini tercatat sebagai warga Dusun Sukomulyo, Desa Gadungan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, Jawa Timur. Mbah Arjo wafat di usia lebih dari 100 tahun pada Selasa, (21/5/2019) malam.

Tak ada yang bisa memastikan usia Mbah Arjo, yang telah dirawat di RSUD Mardi Waluyo, Wlingi, sejak Jumat (17/5/2019) malam. Ada informasi yang menyatakan Mbah Arjo berusia 193 tahun. Tapi, informasi itu berupa klaim semata.

Kisah ini bermula dari rekan kami TribunJatim yang pernah menjumpai Mbah Arjo semasa hayatnya pada 2018 silam.

Meski tak ada bukti tertulis atau kesaksian orang lain, namun Mbah Arjo mengklaim usianya sudah 200 tahun lebih. Namun, data di balai desanya, mbah Arjo tercatat kelahiran 1825. Saat itu, ia hidup bersama anaknya, Ginem (53), anaknya ke-18 dari istrinya yang keenam.

Sejak tahun 1990-an, mereka tinggal di lereng Gunung Kelud atau tepatnya, di Gunung Gedang. Dari puncak Gunung Kelud itu, tempat tinggal mbah Arjo berjarak sekitar 10 kilometer.

Baca Juga: Tak Hanya Sehat, Lima Buah Ini Dapat Membantu Menurunkan Berat Badan

Tidak mudah untuk menuju lokasi, karena jalannya cukup sulit dan harus melalui perkebunan pohon Karet yang masuk wilayah perhutani (BKPH Wlingi). Untuk menuju ke tempat tinggal mbah Arjo, hanyan bisa ditempuh dengan sepeda motor yang sudah dimodifikasi seperti trail.

Fisik Gunung Kelud pada tahun 2011. Gunung ini kembali meletus pada Kamis (13/2), debunya menutupi K (Yunaidi Joepoet)

Tempat tinggal mbah Arjo lebih dikenal dengan Candi Wringin Branjang, yaitu candi yang diperkirakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit. Bahkan, candi yang bangunannya mirip Candi Penataran itu disebut-disebut ditemukan pertama kali oleh mbah Arjo tahun 1990.

Saat itu, mbah Arjo yang baru sebulan menghuni lokasi itu menemukan bangunan yang terpendam tanah pegunungan. Ditemui Minggu (14/1/2018) pukul 09.00 WIB lalu, ia sedang duduk di rumah sederhana dengan ukuran 3 x 4 meter.

Dinding rumahnya berasal dari bambu (gedek), namun sebagian belum dianyam dan cukup dipaku. Atapnya terbuat dari alang-alang bercampur jerami.

Baca Juga: Menghindari Kontak dengan Manusia, Cara Simpanse Afrika Bertahan Hidup