Namun, skala ini dianggap terlalu subjektif serta sulit diterapkan untuk mengukur gempa di kawasan terpencil. Modeified Mercalli Intensity (MMI) menggunakan skala intensitas dalam mengukur kekuatan gempa.
Magnitudo memiliki metode ukur berdasarkan sensor frekuensi broad band 0,002-100 Hz yang memiliki tingkat keakuratan lebih baik ketimbangan skala richter.
Metode dilakukan dengan menghitung energi yang dilepaskan sehingga menimbulkan gempa berdasarkan luas rekahan, panjang slip, dan sifat rigiditas atau kekakuan. Secara hitungan lebih kompleks daripada skala richter.
Baca Juga: Miris, Kepulauan Ini Dipenuhi Bangkai Rusa Kutub yang Mati Kelaparan Akibat Perubahan Iklim
Pasca gempa yang melanda Maluku Utara pada Minggu sore kemarin, dilaporkan satu orang meninggal dunia serta mengakibatkan sebanyak 160 bangunan rumah mengalami kerusakan.
Sebagai negara yang rawan bencana terlebih bencana gempa bumi, edukasi mengenai mitigasi bencana merupakan hal pokok dan semestinya dipahami seluruh lapisan masyarakat Indonesia.
Diperlukan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami istilah yang tepat antara magnitudo atau skala richter. Media massa tentu harus mengevaluasi penggunaan kedua ukuran tersebut.
Baca Juga: Melihat Kehidupan Bhutan yang Mampu Bertahan dari Perubahan Iklim
Mulai dari hal-hal yang terlihat sangat kecil namun berpengaruh besar. Memberikan penjelasan kepada publik tentang penggunaan istilah magnitudo yang lebih tepat.
Maka, penulisan yang tepat dapat diubah menjadi "Gempa Berkekuatan Magnitudo 7,2 Mengguncang Maluku Utara". Mari membiasakan yang benar dan bukan membenarkan kebiasaan yang sudah ada.
Penggunaan Magnitudo (M) dan Skala Richter (SR) masih menimbulkan tanda tanya. Tidak hanya di masyarakat, media di tanah air pun masih kerap bingung menentukan satuan dalam mengukur besaran gempa.