Saat Rilis Data Gempa BMKG Tak Lagi Gunakan Skala Richter, Tetapi Satuan Ini yang Dipakai. Begini Alasannya

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Sabtu, 3 Agustus 2019 | 12:28 WIB
Pegawai KPK keluar dari gedung KPK saat terjadi gempa di Jakarta, Jumat (2/8/2019). BMKG merilis peringatan dini tsunami akibat gempa tektonik dengan Magnitudo 7,4 SR di wilayah Samudera Hindia Selatan Jawa pada Jumat (2/8) pukul 19.03 WIB yang berdampak di wilayah Banten, Bengkulu, Jabar, dan Lampu (ANTARA FOTO/INDRIANTO EKO SUWARS)

Nationalgeographic.co.idGempa Banten telah memicu  kepanikan di wilayah Jakarta dan sekitarnya pada Jumat (2/8/2019) pukul 19:05, beberapa saat setelah guncangan makin terasa kuat. Di Ibu Kota, guncangan cukup kuat turut dirasakan, membuat masyarakat di sejumlah kawasan bisnis (terutama yang berada di gedung tinggi) mengalami kepanikan dan berhamburan keluar. 

Sementara itu, setelah terjadi gempa, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofiska (BMKG) merevisi sejumlah keterangan awalnya. Dalam keterangan pertama yang dikeluarkan BMKG pada Jumat (2/8/2019), gempa pukul 19.03 WIB berkekuatan M 7,4 dengan pusat di 147 km arah barat daya Sumur, Banten. Narasi yang dikeluarkan itu juga menuliskan bahwa kedalaman gempa 10 kilometer dengan potensi tsunami.

Baca Juga: Akankah Gempa Banten Ingatkan Kita Pada Lacak Jejak Kisah Nyi Roro Kidul yang Ungkap Pesan Tsunami Selatan Jawa pada 400 Tahun? Silam

Namun, setelah dilakukan sejumlah pemutakhiran, terdapat sejumlah revisi mengenai keterangan gempa itu. "Hasil analisis BMKG menunjukkan gempa ini memiliki magnitudo awal M 7,4 selanjutnya dilakukan pemutakhiran menjadi magnitudo M 6,9," ungkap Kepala Mitigasi Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono.

Tak hanya kekuatannya yang berbeda, Daryono juga menyebut kedalaman gempa yang berbeda dari hasil analisis awal. Dalam analisisnya, Daryono mengatakan kedalaman gempa 48 km. "Episenter lindu tersebut terletak pada koordinat 7,32 LS dan 104,75 BT, atau tepatnya, berlokasi di laut pada jarak 164 km arah barat daya Kota Pandeglang, Kabupaten Pandeglang, pada kedalaman 48 km," ujarnya.

Seperti yang diketahui, sebelumnya, dalam narasi yang beredar, gempa pukul 19.03 WIB berada pada kedalaman 10 kilometer. "Dengan memperhatikan lokasi episenter dan kedalaman hiposenternya, gempa yang terjadi merupakan jenis gempa dangkal akibat adanya deformasi batuan dalam Lempeng Indo-Australia," kata Daryono.

Baca Juga: Ahli Konfirmasi Tanda-tanda Tsunami Tak Muncul Usai Gempa Banten. Lihatlah Bukti yang Ditunjukannya!

Karyawan berada diluar gedung perkantoran sesaat setelah terjadi gempa di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (2/8/2019). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa tersebut memiliki Magnitudo 7,4 dan berpusat di wilayah barat daya Sumur, Banten. ANTARA FOTO/Narasi.Tv/Dwi Prase (AMTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

"Hasil analisis mekanisme sumber menunjukkan bahwa gempa ini dipicu penyesaran oblique yaitu kombinasi gerakan mendatar dan naik," sambungnya. Dalam pantauan BMKG, guncangan gempa ini dirasakan di Lebak dan Pandeglang IV-V MMI; Jakarta III-IV MMI; Bandung, Serang, Bekasi, Tangerang, Bandar Lampung, Purwakarta, Bantul, Kebumen, II-III MMI; Nganjuk, Malang, Kuta, Denpasar, II MMI. 

 

Apaabila kita cermati, BMKG tak lagi menggunakan Skala Richter sebagai satuan atas kekuatan gempa. Sejak tahun lalu, BMKG memang telah memutuskan tak lagi memakai Skala Richter sebagai sebagai ukuran gempa. Sebagai gantinya, BMKG menggunakan ukuran magnitudo.

Baca Juga: BNPB Rilis Data Rinci Korban Terdampak Gempa Banten. Berikut Daftarnya

Ilustrasi gempa. (Petrovich9/Getty Images/iStockphoto)

Seperti kita ketahui, sejumlah negara sudah tak lagi menggunakan Skala Richter sebagai alat ukur dalam hal kegempaan. Dari kalangan akademisi pun telah mengeluarkan pernyataan bawah skala richter sudah tidak relevan untuk terus digunakan.

Penggunaan skala richter sebagai ukuran gempa merupakan bentuk apresiasi terhadap Charles Francis Richter yang telah menemukan alat ukur gempa pada tahun 1935. Richter merupakan seorang fisikawan asal Amerika Serikat.

Skala richter mengukur kekuatan gempa dengan membuat simpangan amplitudo maksimum pada seismograf. Seismograf adalah suatu alat atau sensor yang digunakan untuk mengukur gempa atau getaran yang terjadi di permukaan tanah.

Penggunaan skala richter biasanya digunakan dalam ruang lingkup yang sempit serta gempa dengan kekuatan kecil. Lokasi radius yang mampu diukur secara tepat kurang dari 500 hingga 600 kilometer dari pusat gempa..

Seorang penulis dan blogger, Naufal Alfarras telah membuat cerita tentang pemakaian Skala Richter dan Magnitudo. Tulisan lengkapnya bisa dibaca di sini.

Baca Juga: Cara Analisis Manual, Ahli Gempa Jelaskan Alasan Getaran Gempa Banten Juga Dirasakan Hingga Banyuwangi dan Mataram

Karyawan berada diluar gedung perkantoran sesaat setelah terjadi gempa di kawasan Sudirman, Jakarta, Jumat (2/8/2019). Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyebut gempa tersebut memiliki Magnitudo 7,4 dan berpusat di wilayah barat daya Sumur, Banten. (ANTARA FOTO/WAHYU PUTRO A)

Berikut petikannya: Awalnya Skala Richter digunakan untuk mengukur gempa yang terjadi di wilayah California Selatan. Dalam perkembangannya skala tersebut banyak digunakan pada lokasi lainnya.

Masih terdapat kelemahan dalam metode ini dimana tidak menggambarkan energi yang terkandung pada gempa. Selanjutnya, hitungan skala richter menjadi kurang akurat apabila terjadi gempa berkekuatan diatas 6,0.

Mundur sebelum skala richter kerap diandalkan, terdapat skala mercalli yang menjadi satuan ukuran gempa. Giuseppe Mercalli seorang vulkanologis asal Italia pada 1902 berhasil menemukan satuan untuk mengukur kekuatan gempa bumi.

Baca Juga: Surabaya dan Jakarta, Kota Mana yang Lebih Baik Tangani Sampah?

Namun, skala ini dianggap terlalu subjektif serta sulit diterapkan untuk mengukur gempa di kawasan terpencil. Modeified Mercalli Intensity (MMI) menggunakan skala intensitas dalam mengukur kekuatan gempa.

Magnitudo memiliki metode ukur berdasarkan sensor frekuensi broad band 0,002-100 Hz yang memiliki tingkat keakuratan lebih baik ketimbangan skala richter.

Metode dilakukan dengan menghitung energi yang dilepaskan sehingga menimbulkan gempa berdasarkan luas rekahan, panjang slip, dan sifat rigiditas atau kekakuan. Secara hitungan lebih kompleks daripada skala richter.

Baca Juga: Miris, Kepulauan Ini Dipenuhi Bangkai Rusa Kutub yang Mati Kelaparan Akibat Perubahan Iklim

Gempa Banten, Terasa di Beberapa Daerah di Pulau Jawa Hingga Mataram, Ini Penjelasannya (twitter bmkg)

Pasca gempa yang melanda Maluku Utara pada Minggu sore kemarin, dilaporkan satu orang meninggal dunia serta mengakibatkan sebanyak 160 bangunan rumah mengalami kerusakan.

Sebagai negara yang rawan bencana terlebih bencana gempa bumi, edukasi mengenai mitigasi bencana merupakan hal pokok dan semestinya dipahami seluruh lapisan masyarakat Indonesia.

Diperlukan edukasi kepada masyarakat agar lebih memahami istilah yang tepat antara magnitudo atau skala richter. Media massa tentu harus mengevaluasi penggunaan kedua ukuran tersebut.

Baca Juga: Melihat Kehidupan Bhutan yang Mampu Bertahan dari Perubahan Iklim

Mulai dari hal-hal yang terlihat sangat kecil namun berpengaruh besar. Memberikan penjelasan kepada publik tentang penggunaan istilah magnitudo yang lebih tepat.

Maka, penulisan yang tepat dapat diubah menjadi "Gempa Berkekuatan Magnitudo 7,2 Mengguncang Maluku Utara". Mari membiasakan yang benar dan bukan membenarkan kebiasaan yang sudah ada.

Penggunaan Magnitudo (M) dan Skala Richter (SR) masih menimbulkan tanda tanya. Tidak hanya di masyarakat, media di tanah air pun masih kerap bingung menentukan satuan dalam mengukur besaran gempa.