Selisih Shih-Li-Fo-Shih: Teka-teki Sriwijaya yang Tak Berkesudahan

By Mahandis Yoanata Thamrin, Jumat, 30 Agustus 2019 | 11:53 WIB
Usai hujan lebat, malam mulai melingkupi Candi Tinggi di percandian Muarojambi. Kompleks ini diduga dibangun secara bertahap, sejak masa sebelum dan selama masa Sriwijaya. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Namun, inti yang sejatinya tersirat dari penelitiannya adalah “Bahwa penggunaan berita I-Tsing tidak serta merta bisa menentukan sebuah lokasi,” kata Eadhiey.

Tampaknya tidak ada bayangan di tengah hari adalah sesuatu yang spesial bagi I-Tsing, demikian hemat Eadhiey. Sedangkan di Indonesia hampir tidak dijumpai bayangan di setiap tengah harinya. Itulah sebabnya gnomon harian (instrumen kuno dalam penghitungan waktu harian) tidak populer di Indonesia.“Saat siang, bayangan di khatulistiwa hampir tidak ada, kecuali hanya bayangan arah timur-barat,” katanya.

Baca juga: Palembang Pernah Memiliki Dua Benteng Kembar. Di Manakah Itu?

Gerbang Candi Kedaton, Muarajambi, di batas siang dan malam. Kompleks percandian dan wihara ini diperkirakan tempat Atisha berguru kepada “Dharmakirti di Swarnadwipa”. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)

Lalu, saya bertanya kepada Eadhiey, apakah berarti catatan I-Tsing itu absurd?  “Catatannya benar soal gnomon,” jawabnya. “Yang menjadi persoalan adalah kapan itu ditulis.” Tanpa tahun dan tanggal yang jitu, sulit untuk menentukan secara pasti lokasi I-Tsing. Hal lainnya, pencarian lokasi berdasar gnomon harus mengetahui dengan tepat dan benar: tinggi benda, panjang bayangan, serta posisi matahari saat itu.

Hingga kini Eadhiey pun masih kesulitan untuk mengonversikan kalender Cina ke Masehi secara eksak. Dia berharap bahwa ada upaya dari peneliti lain yang melakukan kilas balik perhitungan tanggal dan tahun secara saksama saat I-Tsing kehilangan bayang-bayangnya.

“Gerakan matahari tidak pernah sama persis dan akan kembali ke posisi yang sama—eksak—dalam 481 tahun,” kata Eadhiey. Jika semuanya ditentukan secara eksak, pasti pengamatan gnomon kelak menjawab misteri di sebelah mana I-Tsing bermukim ketika di Sriwijaya. “Itu tidak akan meragukan karena siklusnya sudah pasti.”

Senja di tepian Sungai Musi, Palembang. Kawasan ini diduga merupakan area pusat kadatuan Sriwijaya. (Reynold Sumayku/National Geographic Indonesia)