Jatuh Cinta Mengubah Cara Kerja Otak dan Tubuh, Seperti Apakah?

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 10 September 2019 | 11:56 WIB
Ilustrasi pasangan yang sedang jatuh cinta. (Lacheev/Getty Images/iStockphoto)

Meskipun di awal menimbulkan stres, namun dalam jangka panjang, jatuh cinta menunjukkan efek sebaliknya. Sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Neuroendocrinology Letters, menyatakan bahwa membentuk keakraban dengan pasangan, membawa perubahan fisiologis yang mengurangi tingkat stres dan kecemasan.

Merasa lebih aman

Salah satu alasan mengapa Anda tidak terlalu stres mungkin karena jatuh cinta membuat Anda merasa aman dengan orang yang dicintai.

Menurut laporan Harvard Medical School, oksitosin, hormon yang muncul ketika terjadi kontak fisik dengan pasangan--seperti memeluk, mencium, dan seks–memperdalam ikatan dengan pasangan. Itu juga menimbulkan sensasi kepuasan, ketenangan, dan rasa aman.

Merasakan ‘kupu-kupu dalam perut’

Ketika jatuh cinta, kadar kortisol membuat tubuh mengaktifkan mode fight-or-flight.

“Sistem limbik mengaktifkan saraf vagus dari otak menuju usus Anda,” kata Daniel Amen, psikiater dan ahli saraf.

“Ketika Anda merasa gugup dan penuh semangat, saraf ini ‘merangsang’ usus. Membuat seperti ada kupu-kupu dalam perut.”

Baca Juga: Ilmuwan Ciptakan Laser yang Bisa Mendeteksi dan Menghancurkan Sel Kanker

Menjadi lebih bahagia

Jatuh cinta melepaskan hormon dopamin, neurotransmitter yang mengontrol pusat kesenangan di otak. Ini membuat pasangan menjadi bahagia di sekitar satu sama lain.

Pada 2005, studi yang dipublikasikan di The Journal of Comparative Neurology, memindai 2.500 otak 17 individu yang diketahui sedang jatuh cinta.

Hasilnya menunjukkan, partisipan yang melihat foto orang yang dicintainya, wilayah otak yang berkaitan dengan dopamin langsung aktif.