Taman Nasional Komodo Batal Ditutup, Tapi Mengapa Warga Malah Bingung? Inilah Penjelasannya...

By Bayu Dwi Mardana Kusuma, Jumat, 20 September 2019 | 16:48 WIB
Komodo menjadi salah satu ciri khas kekayaan fauna Indonesia. (Ringo_Wong_hkherper/Getty Images/iStockphoto)

Konservasi Libatkan Masyarakat

Dominikus Karangora dari Walhi NTT mengatakan, pengembangan pariwisata seharusnya tetap melibatkan masyarakat. Apalagi, penduduk Pulau Komodo berperan sangat besar dalam konservasi maupun pariwisata itu sendiri.

Dominikus mengatakan, mereka mendukung konservasi, tetapi tidak dengan cara menutup Pulau Komodo.

“Karena memang ada masyarakat yang hidup di dalamnya. Kita tidak bisa mengesampingkan itu. Kita melakukan konservasi lingkungan dan satwa, tetapi tidak harus melupakan bahwa di situ juga ada manusia. Dan, tidak bisa dipisahkan antara manusia dan lingkungan hidup,” kata Dominikus.

Baca Juga: Mengapa Kebakaran Hutan dan Lahan Masih Sering Terjadi Meski Sudah Restorasi?

Walhi NTT percaya selama ini masyarakat telah menjadi bagian tak terpisahkan dari upaya konservasi taman nasional. Karena itu, tidak masuk akal jika tiba-tiba muncul ide merelokasi masyarakat dari pulau tempat mereka hidup selama ini.

BCL di Pulau Komodo (Instagram @bclsinclair)

Salah satu kelebihan masyarakat Pulau Komodo, adalah karena mereka mengenal dengan baik satwa itu di habitatnya. Secara alamiah, kata Dominikus, mereka menjadi ahli komodo. Bahkan di NTT sendiri, tidak ada pakar komodo yang memahami satwa tersebut secara ilmiah. Kondisi ini juga terkait dengan sejarah kehidupan masyarakat setempat, dan kebersamaan mereka dengan komodo selama ini.

“Konservasi harus melihatkan masyarakat Pulau Komodo. Mereka tahu seluk beluk Komodo. Masyarakat Pulau Komodo bahkan mampu memberi makan Komodo dengan daging di tangannya, sedangkan para ranger di taman nasional masih butuh kayu untuk antisipasi apabila ada serangan dari komodo,” papar Dominikus. [Nurhadi Sucahyo/ns/uh/VOA Indonesia]

Komodo memakan monyet. (Mirror)