Cerita Pemimpin Redaksi National Geographic Tentang Jurnalisme dan Karier

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 14 Januari 2020 | 10:39 WIB
Susan Goldberg, pemimpin redaksi National Geographic. ()

Kebenaran apa yang sudah Anda ungkap sepanjang karier dan Anda rasa telah membawa perubahan bagi dunia?

Terkadang itu sesimpel menyediakan informasi yang dibutuhkan banyak orang. Pada 1989, ketika saya menjadi editor San Jose Mercury News, terjadi gempa besar bernama Loma Prieta dengan kekuatan 7.0 skala Richter. Puluhan orang meninggal dan listrik mati di sekitar area teluk. Namun karena kami memiliki generator, kami dapat menerbitkan surat kabar.

Mampu menerbitkan koran hari itu untuk membantu orang-orang memahami bahwa mereka tidak sendirian dan semuanya akan baik-baik saja.....rasanya menjadi batasan tertinggi yang bisa saya lakukan sebagai jurnalis. Membantu orang-orang memahami apa yang sedang terjadi di dunia, itu adalah sesuatu yang selalu melekat pada saya.

Beberapa karya terbaik National Geographic yang berada di bawah kepemimpinan Anda berasal dari perspektif yang berbeda. Sebut saja Gender Revolution (2017), The Race Issue (2018), dan Women: A Century of Change (2019).

Kami telah meliput perjalanan manusia selama 130 tahun. Dan tantangan kami saat ini, tentu saja untuk meliputnya dengan cara yang modern—tidak hanya cerita yang dipilih, tapi juga menyesuaikan platform yang dijadikan alat cerita.

Bagi saya, baik itu isu ras, gender, atau masalah yang dialami wanita, saya rasa ini waktu yang tepat untuk membicarakan hal tersebut. Kami benar-benar ingin menjadi bagian dari percapakan nasional dan internasional. Jika ingin membahas tantangan yang dihadapi perempuan, tentu saja kita harus membahasanya secara utuh dan inklusif.

Bagaimana Anda mencapainya?

Dalam edisi perempuan, kami berbicara dengan kelompok perempuan yang sangat beragam dari berbagai usia, ras, latar belakang, pekerjaan, dan negara asal yang berbeda—mulai dari Oprah Winfrey, Jane Gooddall, hingga Alex Morgan.

Saya berbicara tentang pandangan mereka mengenai perempuan-perempuan di dunia, apa yang harus diubah sehingga kita bisa setara. Selain itu, saya juga meminta mereka menceritakan perjalanan hidupnya serta saran untuk perempuan yang lebih muda.

Tidak hanya narasumber, edisi ini juga ditulis dan difoto seluruhnya oleh wanita. Oleh sebab itu, saya sangat bangga.

Gender Revolution dan The Race Issue menarik banyak perhatian ketika diterbitkan—topik feature-nya seperti spektrum gender atau sains di balik konsep ras, dianggap kontroversial.

Saya pikir, salah satu hal yang saya pelajari sejak lama dalam jurnalisme adalah jika Anda berada di sisi fakta dan sains, kemudian merasa cerita Anda benar, maka Anda harus percaya diri meski ada yang berbeda pendapat. Tidak semua orang setuju dengan Anda setiap saat.