Cerita Pemimpin Redaksi National Geographic Tentang Jurnalisme dan Karier

By Gita Laras Widyaningrum, Selasa, 14 Januari 2020 | 10:39 WIB
Susan Goldberg, pemimpin redaksi National Geographic. ()

Nationalgeographic.co.id – Dalam sebuah kesempatan, Susan Goldberg, Pemimpin Redaksi National Geographic, membagikan pengalamannya dalam dunia jurnalistik, serta bercerita tetang edisi favoritnya, juga momen luar biasa dalam kariernya selama ini.

Sebagai pemimpin redaksi National Geographic, menurut Anda, apa yang membuat jurnalisme saat ini begitu kuat?

Saya rasa, apa yang membuat jurnalisme sangat kuat saat ini adalah karena ia menceritakan kisah nyata tentang orang-orang yang berkuasa, mereka yang tidak begitu kuat, bahkan yang tidak memiliki suara sama sekali.

Penting untuk menyorot sinar jurnalisme pada tempat-tempat di mana terdapat ketidakadilan atau kesalahan sehingga itu dapat diperbaiki. Jika banyak orang tahu cerita-cerita di tempat tersebut, maka keadaan bisa menjadi lebih baik dan kita dapat membuat perbedaan.

Baca Juga: Mengabdi Pada Pekerjaan, Kisah Ilmuwan Rayakan Natal di Antartika

Bagaimana Anda yakin bahwa kisah-kisah yang diproduksi National Geographic dapat membuat perbedaan? Apakah karena ada DNA khusus dalam kisah tersebut atau siapa pun bisa saja membuat perbedaan asal tulisannya bagus?

Kita hidup dalam lanskap media yang ramai dan kompleks, di mana kita semua dibombardir dengan informasi 24/7. Saya pikir, kisah yang menarik dapat tersesat dengan banyaknya bahan di luar sana. Jadi, untuk mengatasinya, Anda tidak hanya perlu punya kisah yang bagus saja, tapi juga harus dapat menceritakannya dengan indah. Anda harus memiliki kemampuan visual yang menakjubkan dan bisa membagikannya ke berbagai platform.

Untuk menyampaikan kisah itu, saya mendapat bantuan dari teman-teman saya di bagian komunikasi dan pemasaran. Kami harus menceritakan sebuah kisah dengan cara yang menginspirasi agar orang lain mau peduli.

"Saya sungguh berpikir bahwa kita dapat mengubah cara berpikir dan memberdayakan orang lain melalui kisah-kisah yang kita bagikan,"

Anda pernah mengatakan bahwa membaca laporan tentang Watergate dan Perang Vietnam saat masih muda, memengaruhi Anda secara mendalam karena keduanya menunjukkan bagaimana mengungkap kebenaran dapat mengubah dunia.

Ya, saya ingat tumbuh di tahun 1960-an, ketika setiap hari ada protes tentang Perang Vietnam. Kemudian, keluarga saya akan berkumpul setiap malam pukul 18.30 untuk makan malam dan menonton berita. Anda dapat melihat para reporter di Vietnam melaporkan apa yang sebenarnya terjadi—amat berbeda dengan pernyataan dari pemerintahan Nixon.

Terlintas dalam pikiran saya bahwa reporter, orang-orang yang mencari kebenaran ini, memiliki kemampuan untuk memberi tahu orang-orang tentang apa yang sebenarnya terjadi. Itulah

Dan itu telah menjadi kekuatan yang memotivasi saya di setiap tempat saya bekerja. Di National Geographic, saya benar-benar berpikir bahwa kita dapat mengubah pemikiran orang dan memberdayakan mereka melalui tulisan-tulisan kami.

Kebenaran apa yang sudah Anda ungkap sepanjang karier dan Anda rasa telah membawa perubahan bagi dunia?

Terkadang itu sesimpel menyediakan informasi yang dibutuhkan banyak orang. Pada 1989, ketika saya menjadi editor San Jose Mercury News, terjadi gempa besar bernama Loma Prieta dengan kekuatan 7.0 skala Richter. Puluhan orang meninggal dan listrik mati di sekitar area teluk. Namun karena kami memiliki generator, kami dapat menerbitkan surat kabar.

Mampu menerbitkan koran hari itu untuk membantu orang-orang memahami bahwa mereka tidak sendirian dan semuanya akan baik-baik saja.....rasanya menjadi batasan tertinggi yang bisa saya lakukan sebagai jurnalis. Membantu orang-orang memahami apa yang sedang terjadi di dunia, itu adalah sesuatu yang selalu melekat pada saya.

Beberapa karya terbaik National Geographic yang berada di bawah kepemimpinan Anda berasal dari perspektif yang berbeda. Sebut saja Gender Revolution (2017), The Race Issue (2018), dan Women: A Century of Change (2019).

Kami telah meliput perjalanan manusia selama 130 tahun. Dan tantangan kami saat ini, tentu saja untuk meliputnya dengan cara yang modern—tidak hanya cerita yang dipilih, tapi juga menyesuaikan platform yang dijadikan alat cerita.

Bagi saya, baik itu isu ras, gender, atau masalah yang dialami wanita, saya rasa ini waktu yang tepat untuk membicarakan hal tersebut. Kami benar-benar ingin menjadi bagian dari percapakan nasional dan internasional. Jika ingin membahas tantangan yang dihadapi perempuan, tentu saja kita harus membahasanya secara utuh dan inklusif.

Bagaimana Anda mencapainya?

Dalam edisi perempuan, kami berbicara dengan kelompok perempuan yang sangat beragam dari berbagai usia, ras, latar belakang, pekerjaan, dan negara asal yang berbeda—mulai dari Oprah Winfrey, Jane Gooddall, hingga Alex Morgan.

Saya berbicara tentang pandangan mereka mengenai perempuan-perempuan di dunia, apa yang harus diubah sehingga kita bisa setara. Selain itu, saya juga meminta mereka menceritakan perjalanan hidupnya serta saran untuk perempuan yang lebih muda.

Tidak hanya narasumber, edisi ini juga ditulis dan difoto seluruhnya oleh wanita. Oleh sebab itu, saya sangat bangga.

Gender Revolution dan The Race Issue menarik banyak perhatian ketika diterbitkan—topik feature-nya seperti spektrum gender atau sains di balik konsep ras, dianggap kontroversial.

Saya pikir, salah satu hal yang saya pelajari sejak lama dalam jurnalisme adalah jika Anda berada di sisi fakta dan sains, kemudian merasa cerita Anda benar, maka Anda harus percaya diri meski ada yang berbeda pendapat. Tidak semua orang setuju dengan Anda setiap saat.

Apakah “melakukannya dengan benar” sangat penting untuk mengangkat topik yang tidak semua orang setuju?

Tentu saja. Seperti yang saya bilang, Anda membuat keputusan, orang-orang akan menafsirkannya, dan Anda tahu bahwa tidak semua orang bahagia dengan hal tersebut. Jadi bagi saya, “melakukannya dengan benar” berarti kita mampu menjelaskan kepada pembaca atau publikasi jurnalistik lain yang mungkin mempertanyakan keputusan Anda.

Pernahkah dalam karier, Anda mengikuti keyakinan sendiri di mana tidak ada orang lain yang benar-benar mempercayainya?

Saya rasa itu sering terjadi! Saya baru saja berusia 60 tahun dan saya berpikir tentang ini beberapa kali. Karier saya telah melewati beberapa perubahan sosial: Saya pernah dinobatkan menjadi “wanita pertama” dalam suatu hal, kemudian itu terjadi hingga berkali-kali.

Banyak dari kita menjadi satu-satunya perempuan dalam rapat atau situasi. Itu merupakan hal yang saya lalui selama bertahun-tahun. Saya hanya ingin mengatakan bahwa saat melihat karier saya ke belakang, memiliki kemampuan untuk melakukan sesuatu berarti harus mengatasi dan mendorong keraguan pribadi untuk mengejar hasrat sebagai jurnalis—sesuatu yang sangat saya inginkan.

Dari mana Anda menemukan kekuatan untuk terus maju?

Saya mengingat kembali ketika saya masih muda dan baru memulai karier di mana saya mendapat banyak kepercayaan dari orangtua. Ketika saya berusia 20 tahun, saya magang di Settle Post-Intelligencer. Di akhir magang, editor mendatangi saya dan berkata: “Hei Nak, mengapa kamu tidak menjadi reporter penuh waktu?”. Saya menyetujuinya, tapi kemudian saya harus melakukan sesuatu yang sangat menakutkan.

Saya berbicara kepada ayah saya yang merupakan seorang profesor perguruan tinggi, kemudian mengatakan: “Pop, saya keluar dari universitas dan akan melanjutkan sebagai reporter penuh waktu di Seattle”.

Baca Juga: Kisah Para Perempuan Indonesia Pengidap HIV/AIDS yang Hidup dengan Stigma

Apa reaksinya?

Ada jeda panjang sekali......Namun kemudian ayah saya mengatakan delapan kata yang tidak pernah saya bayangkan sebelumnya: “Ini bagus untukmu, Susan. Kami sangat bangga kepadamu.”

Saya selalu melihat ke momen tersebut. Tidak hanya mengatakan bahwa tidak apa-apa saya melakukan ini, tapi dia juga memberi dorongan, dukungan dan kepercayaan atas pilihan saya. Saya sering menengok kembali kenangan itu karena sangat berharga.

Saya tidak menyadari betapa pentingnya hal itu, tapi kepercayaan yang mereka berikan sangat melekat dan membantu saya.