Gunung Api Purba yang Menuntaskan Dahaga

By Mahandis Yoanata Thamrin, Selasa, 28 Januari 2020 | 09:29 WIB
Misteri gunung api purba yang menjaga Dusun Likotuden, Desa Kawalelo, Demon Pagong, Flores Timur. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Baca Juga: Peneliti: Tanaman Akan 'Panik' Ketika Terkena Air Hujan

Program pembangunan embung ini didukung dan didanai sepenuhnya oleh Coca-Cola Foundation Indonesia. Yayasan ini dibangun oleh PT. Coca-Cola Indonesia dan PT. Coca-Cola Amatil Indonesia untuk meningkatkan pendidikan dan kualitas sumber daya masyarakat Indonesia, kesejahteraan sosial dan pengembangan masyarakat. Salah satu programnya adalah Program Air Masyakarat melalui peningkatan akses masyarakat terhadap air bersih dan memperkenalkan kebiasaan hidup sehat. Yayasan ini juga berkomitmen untuk mendukung pencapaian Sustainable Development Goals (SDG) atau pembangunan berkelanjutan yang tengah dijalankan oleh pemerintah Indonesia.

Lahan pembangunan embung di Likotuden ini seluas satu hektare, yang merupakan tanah yang dihibahkan oleh Bonifasius Soge Kolah. Lelaki berusia 35 tahun itu memiliki perhatian besar untuk perkembangan pertanian desanya.

Coca-Cola Foundation Indonesia juga membangun embung di Desa Nuhalolon, Pulau Solor, Flores Timur. Likotuden dan Nuhalolon hanya dipisahkan oleh selat sempit, yang kerap dilintasi paus-paus yang bermigrasi. Di pulau gunung berapi itu sebuah embung berkapasitas lima juta liter menjadi tumpuan harapan warganya. Lahan pembangunan embung itu luasnya sekitar satu hektare, yang dihibahkan oleh Markus Mulai Keray, Kepala Desa Nuhalolon. “Nama embung kami adalah Oring Klituk,” kata Markus. “Artinya, Pondok dengan dinding dan atap dari daun lontar.”

Baca Juga: Air Bersih untuk Kesejahteraan dan Kesehatan Suku Anak Dalam

Pembangunan embung “Oring Klituk” di Desa Nuhalolon yang memiliki kapasitas lima juta liter air. Kelak embung ini bisa mengairi pertanian dan peternakan demi kesejahteraan yang lebih baik. (Ricky Martin/National Geographic Indonesia)

Markus mengatakan bahwa manfaat embung nantinya akan banyak mengairi kegiatan pertanian dan peternakan. Dari sisi pertanian, sorgum bisa beberapa kali tanam, atau tunasnya bisa lebih produktif lagi sehingga memungkinkan beberapa kali panen. Tanaman lain pun bisa tumbuh lebih produktif, seperti jagung, kacang-kacangan, sayuran, dan buah-buahan.

“Embung sangat membantu petani karena ini lahan kering,” ujar Romo. “Bayangkan tiga-empat tahun lagi di wilayah ini yang kering kerontang bisa jadi suplai sayur dan buah-buahan ke Larantuka. Saya melihat beberapa tahun ke depan kehidupan petani di Likotuden semakin baik.”

Embung-embung itu membuka harapan yang lebih luas lagi bagi kesejahteraan warga. Mereka bisa bertanam dan memanen sorgum lebih dari sekali, mungkin tiga kali panen dalam setahun. Apabila air dari embung itu mengaliri ladang-ladang yang selama ini kering, para petani memiliki kesempatan menanam tanaman sayuran dan buah-buahan lain—seperti bayam, pepaya, dan pisang.

“Saya merasa bersyukur sekali,” ujar Mama Agata berbinar, “kalau embung ini sudah jadi, orang Likotuden yang utama tidak usah beli air lagi.” Kemudian dia melanjutkan, “Yang kedua, orang Likotuden bisa menanam tanaman umur panjang—dikonsumsi atau dijual untuk menambah ekonomi keluarga.”

Lewat embung ini dia juga berharap kepada anaknya yang di tanah rantau supaya bisa menyaksikan perubahan di Likotuden. Semoga saja, demikian impian Mama Agata, anaknya dan pemuda dusun lain yang merantau bisa tertarik kembali pulang ke Likotuden. “Harapan saya, anak bisa kembali supaya bisa melanjutkan pekerjaan mama dan bapanya di sini.”

Memuliakan air dan Kedaulatan pangan