Kisah Teh Wangi Melati dari Tegal: Dari Teh Tatah Sampai 'Nyipok'

By Agni Malagina, Kamis, 9 April 2020 | 13:47 WIB
Teh poci khas Slawi, Tegal dan sekitarnya yang disajikan dalam poci tanah liat serta dilengkapi gula (Rr. Ukirsari Manggalani)

“Ya silakan. Tidak apa-apa. Rejeki kan sudah ada yang membagi,” tegas Ci Sien ketika ditanya apakah dengan membagi resep teh wangi keluarga Lie menyurutkan bisnis Teh Tatah.

Agung pun tak segan membeberkan resep kakeknya yang terdiri dari daun teh hijau dan melati. “Daun teh ijo dimasak dulu, digoreng, disangan (sangrai). Teh langsung goreng manual, pake kaya paso, diungkep sama melati,” jelas Ci Sien.

Dia juga menyebutkan daerah asal teh yang digunakan oleh keluarga Lie, yaitu teh dari Kaligua Bumiayu, Pemalang, dari Jawa Barat.

“Ya dari perkebunan-perkebunan zaman Belanda dulu sih,” sambung Pek Hauw.

“Jadilah Teh Tatah yang pertama-tama bikin teh melati,” tegas Ci Sien.

“Mengapa pakai melati, Om?” tanya saya penasaran.

Petani melati menyetorkan melati kuncup pada sore hari. Mereka melakukan kegiatan ini setiap sore hari menjelang melati akan bermalam bersama teh. Melati hanya akan mekar dan terserap wanginya oleh teh pada malam hari. (Sigit Pamungkas)

“Ya jaman dulu nggak ada essens. Asli berarti jasmin pure. Mengapa pilihnya melati. Kanapa nggak pakai mawar. Mungkin karena wanginya yang pas pakai teh itu melati. Engkong ngambil melatinya dari Pekalongan,” ujar Ci Sien.

Dia menyebutkan Pekalongan sebagai daerah pusat melati di pantai utara Jawa yang masih memproduksi hingga saat ini. Bahkan, kawasan pesisir di timur Tegal itu masih menjadi pemasok utama pabrik-pabrik teh Slawi.

“Itu ada dua jenis melati lo. Yang sering kita pakai itu melati pantai. Ada satu lagi melati siu eng atau melati gambir itu melati dari gunung, itu bungane biasa tapi wangi sekali. Melati pantai nggak ada nama cinane,” tambah Pek Hauw.

Lebih lanjut Ci Sien menjelaskan bahwa setelah kakeknya meninggal pada 1956, usaha Teh Tatah dilanjutkan oleh putra Lie Seng Hok, yaitu Lie Kim Hien. Perusahaan Teh Tatah tutup pada 1975.

“Karyawan waktu yang terakhir itu 20-an. Jamane engkong ya akeh banget (jamannya kakek ya banyak sekali). Lagi jaya-jayane, jaman keemasan. Ratusan orang. Dan waktu itu belum ada teh wangi sih. Cikal bakale ya dari Teh Tatah,” sambung Ci Sien.

Pertanyaan terakhir saya, kenapa engkong pakai nama Tatah?

“Nah itu ada legendane kayane. Tapi dia nggak cerita sama aku. Tapi aku berpikir apa sebabe milih nama Teh Tatah, Teh Meriam, Teh Gelas, Teh Sumur. Itu produksine engkong, macem-macem. Ada Teh Pestol juga, Kaki Tiga juga ada. Kira-kirane ya itu, kalau dulu kan tukang kayu untuk membuka dalan (jalan). Jadi kita harus natah dalan (menatah jalan, membuka jalan). Jebule ada legendane ini Tatah, kan membuka jalan, jadi natah. Teh Sumur, sumur itu penghidupan. Ada arti-artinya. Ngadepin musuh karo meriam sama pestol,” ujarnya terbahak-bahak.

“Kiye, ana-ana bae ya (ini ada-ada saja ya),” gelak Ci Sien dan Pek Hauw bersamaan.

Ia pun menjelaskan bahwa pabrik-pabrik teh di Slawi mengeluarkan beraneka macam merek dagang.

“Misal yang favorit, Teh 2 Tang ngeluarin Teh Tjatoet, Teh Sosro punya Teh Poci, Teh Gopek punya Cangkir. Yang aku ngerti itu Teh Pocine Sosro itu dulu punyane Hok Cui. Terus dibeli Sosro karena Hokcui nggak produksi lagi. Keturunane Hok Cui ya ilang kabeh, aku wis ora ngerti. Seru sejarah teh wangi di Slawi ini,” jelas Ci Sien.

“Ya jadi, Slawi itu sentrane teh wangi itu juga minum tehnya pakai poci. Nyipok, moci sambil ndopok!,” pungkas Ci Sien terbahak.

 

'Nyipok' moci sambil ndopok adalah istilah kegiatan kuliner warga Tegal ketika berkumpul bersama keluarga dan sahabat sambil menikmati teh wangi dalam poci dengan kudapan. (Teh Tjatoet) (Sigit Pamungkas)

Teh wangi melati sejatinya sudah muncul pada masa Dinasti Song (960-1279). Tradisinya, menambahkan bunga-bunga ke dalam minuman teh seperti bunga kayu manis, bunga jeruk, dan bunga melati. Mereka membagi melati menjadi dua jenis yaitu melati biasa (mo li hua/Jasminum sambac) dan melati gambir (su xin/Jasminum grandiflorum).

Seiring dengan penyebaran diaspora orang Cina ke Nusantara, tradisi pembuatan teh wangi melati pun berlanjut di Indonesia.

Di Tiongkok, acara minum teh menggunakan poci. Peralatannya pun memiliki aneka fungsi ritual dan sosial. Sementara, bagi masyarakat Tegal, khususnya Slawi, acara minum teh menggunakan poci mungil dan gelas tembikar. Namanya “Nyipok” alias moci sambil ndopok atau minum teh dengan poci sambil berbincang-bincang santai bersama keluarga atau kawan-kawan.

Biasanya, segelas teh panas wangi melati dinikmati dengan sebongkah gula batu mungil. Hasilnya… teh bercitarasa ‘nasgitel’ panas legi (manis) kentel (kental)!

Tradisi ‘Nyipok’ ini agaknya dapat mengingatkan kita pada ritual atau upacara minum teh di beberapa negara Asia. Di Tiongkok, ada tradisi yang dikenal dengan nama Kongfu Cha, di Jepang dengan nama Sado atau Chado, atau tradisi minum teh di Korea yang disebut Darye. Ya, Tegal memiliki tradisi minum teh 'Nyipok' dengan kudapan khas Slawi yaitu tahu aci nan gurih.

Selamat menikmati teh wangi Slawi!