Nationalgeographic.co.id - Pada tahun 1883, Eliza Ruhamah Scidmore bosan dengan kehidupan Washington, D.C dan pergi ke Alaska menaiki kapal pengangkut surat.
Penulis dan fotografer berusia 27 tahun itu nekat melihat Alaska dengan mata kepalanya sendiri karena terinspirasi karya seorang Naturalis bernama John Muir di San Fransisco Bulletin. Beberapa orang di Amerika juga belum melihat tundra di sebelah utara itu, sebelum mereka membelinya dari Rusia.
Setiap pagi Scidmore bangun pukul enam untuk minum kopi dan roti gulung. Kemudian ia habiskan hari di Alaska untuk melihat aurora dan menulis surat.
Baca Juga: 15 Ilmuwan Perempuan yang Penemuannya Mengubah Dunia
"Itu adalah negara cat air," kata Scidmore mendeskripsikan pemandangan Aurora Alaska di Majalah National Geographic edisi Februari 2017.
Artikel-artikel tentang Alaska yang dia terbitkan dikoran-koran Amerika memikat publik dan mengesankan para penjelajah hebat kala itu. Catatan perjalananya tentang Alaska dalam buku Travelouges juga menarik perhatian seorang pengulas yang berkata bahwa Scidmore adalah koresponden wanita terbaik yang dimiliki Amerika saat itu.
Setelah beberada dekade melakukan perjalanan ke Alaska, Scidmore menjadi bagian dari National Geographic dan menghasilkan 15 artikel serta beberapa fotografi warna pertama pada jurnal tersebut.
Dia merupakan penulis dan fotografer wanita pertama yang karyanya diterbitkan dalam National Geographic. Juga perempuan pertama yang terpilih menjadi direksi.
Tahun 1890, Scidmore bergabung di National Geographic Society--saat itu merupakan organisasi berusia dua tahun yang berusaha mengumpulkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan eksplorasi.
Scidmore membawa penjelajahan dan hubungan diplomatis untuk National Geographic. Ia juga memberikan pengetahuan soal topik-topik negara Timur dan Alaska, yang dia kunjungi setidaknya lima kali.
Seorang Naturalis bernama John Muir sangat mengagumi sosok Scidmore. Saking mendalam rasa kagumnya, ia sampai menamai salah satu gunung di Alaska menjadi Gunung Ruhamah, Gletser Scidmore, dan Pulau Scidmore.
Selama hampir dua dekade terlibat di National Geographic Society, ia memegang posisi sebagai Associate Editor, Sekretaris, dan Sekretaris Asing.
Meskipun perempuan jarang terwakili di National Geographic kala itu, Scidmore dikagumi oleh Gardiner Greene Hubbard, presiden pertama National Geographic dan editor pertama bernama Gilbert H. Grosvenor. Keduanya meminta saran Scidmore untuk mengembangkan majalah.
Hubbard meminta pendapat Scidmore pada akhir tahun 1890-an tentang majalah muda National Geographic. Lalu Scidmore berkata bahwa perubahan-perubahan di majalah dapat berpacu dari publikasi-publikasi Eropa serupa yang pernah ia baca.
Dengan mengadvokasi lebih banyak fotografi warna ia banyak memengaruhi dan mengubah jurnal akademis itu menjadi majalah geografis yang lebih menarik.
"Ini adalah awal yang sangat baik dan kemajuan yang nyata atas apa yang kita miliki sebelumnya," tulis Scidmore, "tetapi kita perlu membuat lompatan lain dan menjadikan majalah ini sebagai majalah standar literatur geografi yang serius," ucapnya.
Foto pertama di halaman penuh teks majalah itu muncul pada tahun 1890. Namun baru pada tahun 1905 majalah menjadi pusat perhatian publik ketika Grosvenor mengemas 11 halaman dengan foto-foto Lhasa, Tibet.
Beberapa bulan kemudian, Grosvenor menerbitkan 138 foto Filipina; pada tahun berikutnya, ia mengabdikan seluruh masalah pada fotografi satwa liar dan alam.
Berkat gerakan ini, keanggotaan meningkat dari 3.000 menjadi 20.000 hanya dalam dua tahun.
Eliza Scidmore lahir pada tahun 1856 di Madison, Wisconsin. Setelah itu ia bersama keluarganya pindah ke Washington D.C tempat ibunya mengelola sebuah asrama.
Pada tahun 1870-an Scidmore banyak bekerja sebagai koresponden wanita pertama di koran-koran. Dia menerbitkan seri kolom pertamanya di koran National Republican pada usia 19 tahun. Kemudian menulis tentang masyarakat Washington, salah satunya The New York Times.
Namun karena ia menulis publikasi dengan nama E.R.Scidmore atau E. Ruhamah Scidmore banyak pembaca menganggap bahwa ia seorang laki-laki. Hal ini diperlihatkan pada surat-surat yang ditujukan padanya seperti "Tuan yang terhormat" atau Para peninjau buku memuji karya "Mr.Scidmore"
Selama satu minggu pada tahun 1880-an, Scidmore sangat produktif sehingga mengasilkan $1.000 per harinya. Menurut surat kabar, ia menggunakan dana itu untuk memenuhi impian masa kecilnya, yakni berkelana.
Baca Juga: Peter Carey Ungkap Kedudukan Perempuan di Era Kesultanan di Nusantara
Scidmore tergila-gila dengan Jepang yang mana saat itu baru membuka diri untuk pengunjung Barat. Saudara laki-lakinya yang bekerja memiliki jabatan diplomatik disana membantunya terkoneksi dengan kehidupan sosial masyarakat Jepang.
Ia mengagumi status tinggi wanita Jepang dan ditulis untuk Harper's Bazaar. Lalu ia juga menulis tentang teko dan menganalisis perbedaan sumpit Jepang dan Cina di majalah Cosmopolitan.
Selain itu ia juga menulis tentang ulat sutra untuk American Farmer yang mengulas bahwa ulat sutra sebagai "bangsawan yang dibesarkan dengan hati-hati".
Akhirnya, ia kembali ke Washington D.C dengan foto-foto pohon sakura dan mengajukan petisi ke Presiden Amerika Serikat saat itu Grover Cleveland untuk menanamnya di sepanjang jalan Tidal Basin.