Akankah COVID-19 Menjangkiti Kucing Besar dan Kucing Rumah Kita?

By Fikri Muhammad, Selasa, 14 April 2020 | 20:06 WIB
Seekor harimau sumatra saat dilepasliarkan ke habitatnya di salah satu kawasan konservasi. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Sejauh ini belum dilaporkan satwa peliharaan warga Amerika Serikat yang terinfeksi akibat COVID-19. Himbauan kepada para pemilik satwa piaraan untuk tetap menjaga kebersihan sekaligus menyayangi hewan peliharaanya. 

Joko mencatat bahwa selain kejadian COVID-19 pada harimau Nadia, virus corona ini juga bisa memberikan penyakit pada hewan lainya. Para peneliti Cina, ungkapnya, telah melakukan infeksi eksperimental kepada spesies monyet rhesus macaques. Hasilnya, primata itu mengalami kondisi pneumonia. Ada juga grup peneliti lain yang mencoba untuk menginfeksi ulang pada satwa primata lainya.

Sebagai primata, manusia dan monyet memiliki kedekatan genetika. Artinya, temuan ini bisa menjadi celah untuk kehati-hatian akan terjadinya infeksi ulang dari satwa ke manusia.

Populasi harimau sumatra (Panthera tigris sumatrae) kian menyusut karena ekspansi manusia—perburuan atau konflik dengan warga. Sebuah penelitian mengungkapkan dugaan bahwa ekspansi manusia telah menyebabkan berpindahnya penyakit dari satwa ke manusia. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Harimau sumatra yang tersisa di belantara tidak lebih dari 400 ekor, sehingga satwa ini berada dalam label kritis. Jumlahnya kian menyusut karena perburuan atau konflik dengan manusia.

Ligaya Tumbaleka mengatakan bahwa terdapat 18 kebun binatang di Indonesia yang memiliki harimau yang tersebar di Sumatera, Jawa, dan Kalimantan. Dia mewanti-wanti bahwa di kebun binatang, kontak manusia dengan harimau bisa saja terjadi walaupun tidak secara langsung. 

Dia menambahkan bahwa momen seperti ini harus dipertimbangkan karena risiko penularan penyakit bisa saja terjadi. Ligaya mengatakan pengelola kebun binatang harus diberikan edukasi bagaimana pemeliharaan dan perawatan hewan yang baik agar tidak tertular dengan virus corona.  

Kebun binatang, menurut Ligaya, harus memerhatikan Standar Operasional Prosedur untuk mengatasi pandemi. Kebun binatang di Indonesia bisa belajar dari kasus flu burung untuk mengatasi hal-hal yang tidak terduga. 

Agak sulit bagi Ligaya untuk melihat dan mengkritisi SOP pada kasus harimau Nadia di Bronx karena keterbatasan sumber informasi. Namun, ia mengatakan bahwa pawang harimau di kebun binatang tidak semata-mata dekat dengan satwa tetapi juga soal keamanan dan kenyamanan satwa. 

"Kita kan juga sudah bilang, walaupun keeper-nya berani bilang oh saya bias dekat, saya berani pegang, [namun] itu tidak disarankan," ujar Ligaya. "Karena sangat berbahaya bagi orang yang bekerja dan bagi hewanya. Karena kalau hewan kaget, reaksi yang bisa terjadi bisa mencelakakan. Jadi itu juga tidak boleh dilakukan."

Penjaga dan perawat harimau harus tahu apa yang terjadi dan harus mematuhi prosedur standar penanganan satwa. Artinya, pawang harus menjaga hewan sekaligus menjaga kebersihan diri.

Selain itu, untuk hewan-hewan yang berada di alam liar menurut Ligaya sangat minim penularan tertularnya COVID-19 dari manusia. Karena jangankan bersentuhan. Secara naluri kita sudah menghindari keberadaan hewan liar, khususnya harimau.