Akhir Karantina Italia, Laporan Pandangan Mata dari Episentrum Pandemi

By Fikri Muhammad, Sabtu, 23 Mei 2020 | 13:27 WIB
Koloseum Roma, Italia. (Thinkstockphoto)

Para sanak famili yang keluarganya terpapar dan dirawat di rumah mendapat fasilitas negara untuk kebutuhan sehari-hari. Belanja bulanan, logistik, dan paket obat-obatan dibantu pengantarannya oleh ambulan dengan petugas berpakaian hazmat. 

Pemandangan sudut kota Milan pada Akhir karantina yang bersamaan dengan bermulanya musim semi di Italia. Kendati tetap dalam kondisi waspada, warga menyambut situasi ini dengan bercengkerama dengan kerabat. (Rieska Wulandari)

Saat ini, Italia sudah mulai membuka aksesnya secara bertahap. Grafik penyebaran infeksi sudah turun, namun mereka tetap dalam kehati-hatian. Ada dua reaksi setelah dibuka, pertama masyarakat antusias dengan mengenakan masker gaya yang unik. Kedua, toko-toko yang melakukan kegiatan ekonomi mewajibkan pelangganya mengenakan sarung tangan. Pesan makan dan minuman juga hanya bisa dibawa pulang. Walaupun masih ada kekhawatiran bak hantu yang mengintai, ekonomi tidak bisa dibiarkan berhenti. 

Apalagi yang utama, sepak bola yang menjadi kebanggan orang Italia. "Sepak bola itu jadi itu faktor maha penting. Investasi Italia besar di sepak bola. Kalau itu sampai berhenti sangat disayangkan," ucap Rieska. Sekarang yang diperhatikan ialah bagaimana stadion aman. Dibuat standar proteksi bagi seluruh khalayak baik staff, pemain, pelatih, dan lainya. Karena, pada awalnya, stasion sepak bola sempat menjadi cawan petri penyebaran virus.

Pada awal Milan melakukan karantina wilayah, bertepatan dengan hari terakhir Milan Fashion Week 2020. Giorgio Armani mengadakan perhelatan secara daring untuk penggalangan dana. Sejak itu, industri fashion Milan memberikan bantuan untuk menyediakan masker dan sanitasi tangan. Mengubah bengkel busananya menjadi pusat bantuan COVID-19. Adapula klub sepak bola Internazionale Milano yang memberikan 100 ribu Euro ke rumah sakit.

Selain itu, anak-anak muda juga melakukan kerja sukarela, mengantar keperluan dapur, logistik, dan obat-obatan bagi masyarakat berimun rendah yang tinggal di rumah. 

Baca Juga: Wabah Corona, Ikan Kecil Hingga Lumba-Lumba Muncul di Perairan Italia

 

(National Geographic Indonesia)

Fasilitas-fasilitas umum juga menerapkan jaga jarak sosial dengan baik. Seperti tanda peringatan di metro yang tegas memberlakukan hal itu. Italia sendiri masih menutup turis masuk dan belum bisa keluar dari kawasan. Masyarakat yang ingin keluar kawasan harus membawa dokumen. Sekolah juga diperkirakan buka setelah selesai libur di September nanti.

"Italia sempat merasa apa artinya Uni Eropa," kata Rieska. "Kami sedih karena merasa lonely." Namun, warga Italia tampaknya memahami bahwa negara-negara Eropa lainnya pun sedang sibuk berperang menyelamatkan diri mereka dari pandemi ini. 

Moral cerita dalam perbincangan bersama Rieska ialah bagaimana perjuangan sebuah negara bangkit dari krisis pandemi yang mematikan, lalu kini memulai kehidupan barunya. "Selamat kepada Italia yang memulai kehidupan baru pada awal musim semi ini," pungkas Yoan. "Semoga kita bisa berkaca pada pengalaman Italia."

Rieska Wulandari, jurnalis lepas yang tinggal di Kota Milan selama satu dasawarsa terakhir. Rieska berswafoto di depan rumahnya, menandai hari-hari baru bersama warga Italia setelah pemerintah membuka karantina pada awal Mei silam. (Rieska Wulandari)