Aspek Mesianik dalam Riwayat Pagebluk Kita: Akankah Berulang?

By Mahandis Yoanata Thamrin, Minggu, 24 Mei 2020 | 20:38 WIB
Merapi, Erupsi Kala Malam, karya Raden Saleh pada 1865. (Raden Saleh/National Gallery Singapore)

Kabar Merapi di Awal Pagebluk Tahun Ini

Sejak awal tahun ini, Merapi telah bererupsi sebanyak delapan kali. Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi memberikan perincian kedelapan erupsi tersebut.

Gempa vulkanik dalam yang relatif tinggi dan aliran piroklastik tercatat di Merapi selama 30 Desember 2019 sampai 5 Januari 2020. Selama 7-12 Februari 2020 asap putih membubung 400 meter di atas kubah lava puncak Merapi. Laporan berikutnya, volume kubah lava puncak Merapi menurun setelah letusan 13 Februari yang menghasilkan asap setinggi dua kilometer, mengeluarkan material dalam jarak satu kilometer, dan menyebabkan abu dalam radius sepuluh kilometer. Warga diperingatkan untuk tetap berada di luar radius tiga kilometer.

Pada 2 Maret 2020, untuk pertama kali pemerintah Indonesia mengonfirmasi warganya yang terjangkit virus korona. Sebagian orang menghubungkannya dengan Merapi, yang kembali bererupsi pada 3 Maret. Asap yang membubung setinggi enam kilometer di atas tepi kawah, yang diikuti aliran piroklastik yang turun dari sisi tenggara kurang dari dua kilomter. Gumpalan abu melayang-layang hingga tersebar dalam jarak sepuluh kilometer di sisi utara hingga daerah Musuk dan Cepogo Boyolali.

Pada 27 Maret, Merapi kembali bererupsi selama tujuh menit. Abu membubung lima kilometer di atas tepi kawah dan aliran piroklastik. Abu jatuh dalam jarak 20 kilometer, terutama di daerah sisi barat, termasuk Mungkid dan Banyubiru.

Lava pijar dari kawah puncak Merapi kembali terlihat pada malam dan pagi hari selama 30 Maret sampai 5 April. Asap putih dengan kepadatan bervariasi naik setinggi 600 meter di atas puncak. Sebuah letusan pada 2 April menghasilkan asap yang naik tiga kilometer di atas puncak. Morfologi kubah lava di kawah puncak berubah sedikit. Penduduk diperingatkan untuk tetap berada di luar radius tiga kilometer. Kembali, Merapi meletus pada 10 April. Gumpalan abu naik setinggi tiga kilometer. Terakhir, selama 13-19 April, asap putih dengan kepadatan bervariasi naik setinggi 300 meter atas kawah yang terbentuk pada 10 April.

Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi mengungkapkan bahwa erupsi tahun ini merupakan rangkaian erupsi sejak dua tahun sebelumnya. 

Baca Juga: Sebuah Kado Sial di Hari Ulang Tahun Dipanagara

Lukisan mahakarya Raden Saleh yang berkisah tentang suasana penangkapan Pangeran Dipanagara. (Raden Saleh/Koleksi Lukisan Istana Presiden )

Ong Hok Ham berkisah tentang ramalan Ratu Adil dalam bukunya bertajuk Wahyu yang Hilang Negeri yang Guncang. Menurutnya, “sejak 1830 sampai pergerakan nasional hampir tidak ada tahun yang terlewat tanpa timbul gerakan Ratu Adil di Jawa.” Namun, Ong menambahkan bahwa kemunculan pergerakan nasional pada awal abad ke-20 telah memberi peluang terciptanya saluran baru dalam aspirasi ketidakpuasan terhadap pemerintah kolonial. Akibatnya, gerakan Ratu Adil pun kemudian berkurang.

Sementara itu Peter Carey dalam Kuasa Ramalam mengungkapkan masih munculnya gerakan Ratu Adil pascaproklamasi kemerdekaan. “Selama perjuangan kemerdekaan Indonesia, 1945-1949," ungkapnya, "pengaruh ramalan tersebut masih terlihat di kawasan-kawasan di mana Dipanagara pernah bertempur.”

Peristiwa apakah yang terjadi setelah pagebluk korona? Ratu Adil? Entahlah, kita tentu tidak mengharapkan satu peristiwa buruk pun terjadi lagi di negeri ini. Tetapi saya yakin, pascapagebluk kita akan berada di tatanan kehidupan baru yang menggantikan cara-cara lama dan konservatif.

Pagebluk boleh jadi memiliki pola berulang. Ada kesempatan kedua bagi kita, namun bukan untuk kesalahan yang sama. Pada masa pagebluk ini tampaknya kita perlu menyikapi kembali makna sejati dari pesan seorang pujangga besar terakhir di Jawa, Ranggawarsita. “Sebesar apapun beruntungnya orang yang khilaf, masih lebih beruntung orang  yang sadar dan waspada.”