Rusaknya Habitat Hingga Perburuan Liar Jadi Tantangan Bagi Kelestarian Harimau

By Fathia Yasmine, Rabu, 17 Juni 2020 | 14:39 WIB
Seekor harimau sumatra saat dilepasliarkan ke habitatnya di salah satu kawasan konservasi. (Dwi Oblo/National Geographic Indonesia)

Pada webinar yang diselenggarakan oleh National Geographic Indonesia bersama UNDP tersebut ia menyampaikan bahwa saat ini terdapat 6.202 desa yang berbatasan langsung dengan hutan liar, hutan lindung, hingga daerah konservasi.

Sayangnya, 27 hektare lahan konservasi belum cukup untuk melindungi hewan-hewan liar. Sekitar 50 persen hewan liar di Sumatera dan Kalimantan hidup di luar wilayah konservasi. Termasuk harimau.

Baca Juga: Keindahan Migrasi Puluhan Ribu Penyu yang Tertangkap Kamera Drone

“Di Riau paling banyak dalam 2 tahun terakhir, ada lebih dari 20 ekor harimau yang harus diselamatkan. Umumnya akibat jerat (sling baja) yang dipasang oleh orang tidak bertanggung jawab,” ujar Wiratno.

Tangan-tangan pemburu liar yang mengincar bagian-bagian tubuh harimau untuk diperjual belikan turut mengancam kelestarian hewan ini di area konservasi maupun di alam liar.

Perangkap berupa jerat seringkali disebar di setiap titik hutan sehingga sulit bagi harimau untuk menghindarinya. Wiratno menyampaikan hingga saat ini Tim Penyelamat Harimau Sumatera Kerinci Seblat (PHS-KS) sudah membersihkan 3.000 jerat harimau.

 “Satu ekor harimau sempat diselamatkan dari jerat di Sumatera Barat di tengah pandemi, tepatnya Maret lalu,” ujar Wiratno.

Baca Juga: Kisah Eksekusi Kapten Kidd, Bajak Laut yang Bekerja untuk Negara

Kasus lain yang tak kalah menyedihkan juga diceritakan Wiratno ketika penyelamatan Bukit Barisan, Sumatera. Sang Harimau terpaksa dilumpuhkan salah satu kakinya akibat jerat yang menjebak dirinya.

Perburuan liar jadi kasus terbanyak setelah peredaran narkoba

Field Manager Tim PHS-KS menceritakan hal senada. Ia mengatakan selain rusaknya habitat, perburuan menjadi ancaman terbesar bagi kelestarian harimau. Menurut temuannya di lapangan perburuan dan perdagangan satwa liar di daerah Sumatera masih sangat tinggi.

“Kasus perburuan liar menduduki peringkat keempat terbanyak setelah narkoba dengan total 4 triliun rupiah,” ujar  Nurhamidi.