Langit Terlihat Bersih Selama Pandemi, Apakah Emisi Berkurang?

By National Geographic Indonesia, Rabu, 24 Juni 2020 | 11:13 WIB
Sumber buatan manusia, emisi sulfur dioksida beracun ditemukan di seluruh dunia. (EPA/livescience.com)

Nationalgeographic.co.id - Ketentuan menjaga jarak untuk mencegah penyebaran wabah COVID-19 berdampak kepada penurunan polusi udara di beberapa negara.

Namun, ini tidak mencerminkan adanya penurunan emisi karbon dioksida.

Di Indonesia, pengawasan kualitas udara secara real time - kolaborasi antara Pusat Pengelolaan Risiko dan Peluang Iklim-IPB dengan National Institute for Environmental Studies, di Jepang - mencatat adanya penurunan polusi udara di Kota Bogor, Jawa Barat.

Level nitrogen dioksida, salah satu gas rumah kaca yang berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan, turun 7,2% antara April dan Mei 2020, dibandingkan periode yang sama tahun 2019.

Meski demikian, level gas rumah kaca lainnya, yaitu karbon dioksida terus meningkat selama pandemi ini.

Baca Juga: Lepaskan Karbon dan Virus, Ini yang Terjadi Saat Permafrost Mencair

Pusat pengamatan emisi Mauna Loa Observatory di Hawai'i, AS, mencatat ada peningkatan level karbon dioksida sebesar 2,4 bagian per sejuta (ppm), hingga total menjadi 417,1 ppm pada bulan Mei 2020.

Artinya, pandemi tidak memiliki dampak langsung terhadap penurunan emisi karbon dioksida ke atmosfer.

Ini alasannya.

Masih rentan kebakaran

Pembatasan aktivitas manusia tidak serta merta berarti turunnya titik api di Indonesia.

Sebaliknya, satelit Terra/Aqua MODIS milik badan antariksa AS NASA yang memiliki tingkat ketepatan hingga lebih dari 80% mencatat 155 dan 66 titik api di Indonesia pada bulan April dan Mei 2020.

Titik api bukan sumber kebakaran melainkan sumber panas yang dijadikan sebagai penanda risiko kebakaran di suatu daerah.