Kuasa Everest: Puncak Yang Menyimpan Cerita Manusia dan Takdir Semesta

By Fikri Muhammad, Minggu, 12 Juli 2020 | 22:02 WIB
WISSEMU ()

Nationalgeographic.co.id - Bincang Redaksi 10 terkait edisi majalah National Geographic Indonesia bulan Julan bercerita soal cerita konflik manusia dan takdir semesta di Everest.

Acara bertema "Kuasa Everest: Puncak dunia yang menyimpan cerita konflik manusia dan takdir semesta. Bagaimana kisah di balik pencapaian dan kenahasan pendaki Indonesia yang memuncakinya?" dibuka oleh Managing Editor National Geographic Indonesia, Mahandis Yoanata Thamrin yang menjelaskan materi majalah edisi Juli. 

Kisah dibuka dengan gunung-gunung di Nusantara. Mahandis memaparkan sosok Heinrich Zollinger, ahli botani asal Swiss. Dia menjadi peneliti pertama yang berani berjejak di Tambora pada 1847. Artinya, tiga dasawarsa setelah letusan mahadahsyat yang berdampak pada perubahan iklim dunia.

"Setelah 30 tahun Tambora meledus dahsyat, Zolinger adalah orang pertama yang berani ke puncak Tambora. Ia begitu mendeskripsikan bahwa kepulan asapya sampai ke angkasa," tutur Mahandis. Koleksi herbariumnya telah tersebar di berbagai herbarium di Swiss dan Prancis. Namun, koleksi utamanya kini disimpan di Nationaal Herbarium Nederland di Universiteit Leiden dan Utrecht.

Indonesia adalah negeri dalam untaian gunung api. Sederet pendaki kawakan menjadikan gunung laksana guru—sains ancala. Bagi mereka gunung mengajarkan ilmu pendakian, kegunungapian, pengelolaan perjalanan, dan ilmu pelestarian.

Kemudian Mahandis melanjutkan tentang bahasan gunung dan sampah yang tertinggal di Gunung Semeru.

"Kita seharusnya berpikir ulang terkait perilaku kita terhadap gunung. Ini menarik sekali, leluhur kita menyucikan gunung. Dan kita perlu berpikir ulang untuk mengotori gunung. Kenapa tema gunung menarik? Selain sains, isu kelestarian juga bsia berangkat dari wacana gunung api."

Kemudian paparan dilanjutkan oleh Gita Laras Widyaningrum, Web Writer/Journalist National Geographic Indonesia yang menjelaskan soal peringatan dan prediksi para ahli soal virus yang menyebar sangat cepat di masa mendatang. 

Baca Juga: Eksperimen Vaksin COVID-19 Pada Manusia Tunjukkan Hasil Awal Positif

Lalu muncul Rahmad Azhar Hutomo, Fotografer National Geographic Indonesia yang menjelaskan cerita foto di majalah tentang situasi Kenya saat menghadapi pagebluk COVID-19. Selain mengutarakan aktivitas di sana, Azhar juga menyimpulkan bahwa situasi Kenya mirip dengan Indonesia. Kemudian, ia juga membahas sedikit soal foto feature di bulan Agustus mendatang soal Jugun Ianfu.

Masuk ke pembahasan Everest, yakni krisis air di Basin Sungai Indus yang dijelaskan oleh Sony Warsono, Editor sekaligus Katografer National Geographic Indonesia. 

"Dengan peningkatan suhu saat ini gletser semakin cepat mencair. Aliran air akan meningkat. Namun menurut perkiraan sampai 2050 akan mengancam 270 jiwa. Selain menyusutnya gletser, berkurangnya pasokan air akan memicu peningkatan tensi politik tingkat negara yakni Tiongkok, Pakistan, dan India."