Harta Karun Danau Poso: Pusparagam Kehidupan, Kisah Bencana, dan Kemunculan Sulawesi

By Mahandis Yoanata Thamrin, Sabtu, 25 Juli 2020 | 22:47 WIB
Watuyano, atau batu melayang , salah satu cerita rakyat tentang peristiwa geologi di Danau Poso. (TIM EKSPEDISI POSO)

Nationalgeographic.co.id—Pertengahan tahun lalu sebuah gairah penjelajahan menggeratak lembah Poso, Sulawesi Tengah. Mereka warga Danau Poso, tim ahli geologi, tim ahli arkeologi, tim ahli biologi, dan tim ahli antropologi.

Ekspedisi Poso, demikian tajuk penjelajahan mereka. Tim ini telah mendokumentasikan puspa ragam budaya dan alam. Mereka juga menghimpun catatan, pengalaman, ingatan atas peristiwa alam dan bencana yang terjadi di Poso. Mereka menempuh perjalanan 231 kilometer, menyinggahi 41 desa, dan tak terhitung jumlah perjumpaan.

Pamona merupakan suku terbesar di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Dalam bahasa mereka “poso” memiliki dua makna. Pertama, kata “poso’o” berarti tangguh. Kedua, kata “maposo” berarti pecah atau terbelah.

Bebatuan, menjadi sumber legenda asal kata Poso. Berdasarkan cerita para orang tua, terdapat bebatuan di wilayah Kabupaten Poso yang strukturnya kuat dan kokoh. Bebatuan itu berada di sepanjang aliran sungai dari Danau Poso menuju laut . Bebatuan ini juga ada dalam legenda tiga batu yang memecah daratan untuk mengalirkan air dari danau menjadi sungai yang mengalir ke laut.

Baca Juga: Keindahan Danau Poso, Danau Ketiga Terbesar di Indonesia

Reruntuhan di Tanjung Bancea, dalam cerita rakyat diceritakan satu kampung runtuh ke dalam danau setelah mentertawakan katak dalam sebuah pesta. Inilah peristiwa gempa besar di sesar Poso. (TIM EKSPEDISI POSO)

Kita sepatutnya tidak menganggap remeh dongeng rakyat. Moral cerita pada setiap dongeng rakyat biasanya memiliki pesan tentang peristiwa besar, termasuk peristiwa alam yang mengubah kehidupan generasi sebelum kita.

Setiap wilayah yang memiliki kekayaan alamnya melimpah, biasanya memiliki sejarah kuasa pergerakan alam yang akbar. Sayangnya, pengetahuan tentang potensi pergerakan alam yang akbar—atau biasanya disebut sebagai bencana— tidak dimiliki oleh warga yang selama ini tinggal di Kabupaten Poso. Pengetahuan tentang peristiwa-peristiwa alam biasanya diwariskan hanya melalui cerita dan legenda dari nenek moyang orang Poso. Padahal, pengetahuan dan pemahaman tentang kekayaan alam dan sejarah potensi pergerakan alam akan membantu perencanaan pembangunan sebuah wilayah yang bersahabat dengan alam.

 Baca Juga: Saya Pejalan Bijak: Air Terjun Saluopa Obyek Pariwisata Danau Poso

Wayamasapi, tradisi menangkap ikan Danau Poso. (TIM EKSPEDISI POSO)

Filosofi saling terkait dan saling tergantung ini merasuki tradisi Poso seperti mesale, molimbu, padungku, dan posintuwu. Pandangan dan cara hidup ini sampai sekarang masih menjadi ciri warga—apapun agama dan sukunya.

Mesale, sebuah sistem kerja dalam komunitas yang dikerjakan bersama-sama secara bergiliran untuk menyelesaikan sebuah pekerjaan, misalnya menanam atau mengerjakan rumah.

Molimbu, tradisi makan bersama sebagai ungkapan syukur warga. Setiap keluarga akan membawa makanan dari rumah masing-masing untuk dibagi dan makan bersama.

Posintuwu, tradisi memberikan sumbangan dalam berbagai bentuk apapun—jasa, barang, maupun uang—kepada mereka yang sedang mengalami kedukaan ataupun pesta pernikahan.

Kabupaten Poso juga dijuluki sebagai “Kabupaten Tiga Air” karena memiliki danau, sungai dan laut yang saling terhubung dan mempengaruhi. Satu spesies telah menandai pertautan ini: sogili, ikan endemik Danau Poso. Sogili dewasa akan berenang ke wilayah laut untuk bertelur, lalu bersama anak-anaknya akan mengarungi sungai-sungai dan air terjun untuk tiba kembali ke danau.

Baca Juga: Peneliti LIPI Temukan 10 Jenis Burung Baru di Sulawesi dan Maluku

Udang Kardinal (Caridina sarasinorum ), salah satu udang endemik Danau Poso. Bagaimana perubahan iklim berdampak pada satwa danau ini? (TIM EKSPEDISI POSO)

Pertanian dan perkebunan menjadi mata pencaharian utama warga. Sementara mata pencaharian lainnya adalah nelayan.

Dalam tradisi agrarisnya, mereka memiliki sistem produksi yang sangat dekat dengan alam. Mompaho, tradisi menanam padi ladangdengan cara menugal sembari berkeliling melawan arah jarum jam, dan bersenandung. Bila saat berdoa untuk proses membersihkan lahan terdapat gangguan—sekalipun—semut mengigit, artinya leluhur tidak mengizinkan tanah itu untuk ditanami. Warga pun harus berpindah ke lahan lainnya.

Bagi para nelayan, terdapat tradisi mosango. Mereka mencari ikan bersama-sama, lebih dari seratus orang, dengan menggunakan alat jaring dari bambu. Ada juga tradisi wayamasapi, menangkap ikan endemik masapi dengan menyiapkan jalur eskalator dari bambu untuk ikan. Cara ini dipercaya bisa memilah jenis ikan yang layak ditangkap.

Danau tektonik nan ikonik dan unik ini memiliki harta karun di bawah permukaan airnya. Harta karun itu adalah keanekaragaman hayati dan tinggalan arkeologi yang bersemayam di dasar danau.

Baca Juga: Gambar Figuratif Perburuan Tertua Berusia 44 Ribu Tahun Ditemukan di Sulawesi Selatan

Jongi, mempunyai nama Latin Dillenia celebica, marga Dillenia. Diberi nama mengikuti nama seorang ahli botani Jerman, Johann Jacob Dillenius (1687—2 April1747). Jongi merupakan endemik Pulau Sulawesi. (TIM EKSPEDISI POSO)

Poso juga memiliki sejarah peradaban kebudayaan yang menjadi salah satu pusat penelitian perkembangan peradaban di dunia atau di Asia. Sebaran megalithikum di lembah Bada, Lore Selatan Kabupaten Poso diduga adalah salah satu pusat peradaban Indonesia yang masih misterius hingga saat ini.

Ekspedisi Poso diinisiasi oleh komunitas masyarakat Poso yang bergabung di Aliansi Penjaga Danau Poso, dan Institut Mosintuwu, dan direspon oleh para akademisi dan peneliti dari berbagai bidang ilmu. Mari bersama kami menyusuri keanekaragaman budaya, alam dan potensi bencana di Poso.

Mereka akan memaparkan proses terbentuknya warisan danau tektonik, yang menjelaskan tentang asal usul proses formasi Pulau Sulawesi. Mereka juga menemukan singkapan kekayaan hayati dan arkeologi di bawah ketenangan danau yang terancam. Dan, bagaimana pesan leluhur penghuni Poso tentang mitigasi bencana dan pandemi purba. Seberapa peduli generasi kita tentang pesan-pesan itu?

Baca Juga: Caridina woltereckae, Udang Langka Khas Sulawesi yang Kini Terancam Punah

Sampul National Geographic Indonesia edisi Oktober 2018, bertajuk Mencari Leluhur Sulawesi. Berhasilkah para peneliti menguak teka-teki Lore Lindu? (National Geographic Indonesia)

Tim Ekspedisi Poso berbagi sederet temuan yang mencengangkan kepada kita melalui Bincang Redaksi “Akhir Pekan Bersama Danau Poso” yang digelar secara daring ada Minggu 26 Juli 2020. Silakan mendaftar via pranala berikut:

10.00 – 11.30 WIB | Riwayat Geologi di Balik Kemolekan Danau Posobit.ly/bincangredaksiposo1

Ekspedisi Poso mengungkap sisik melik Poso, yang memiliki potensi sebagai laboratorium peristiwa sejarah geologi terbentuknya Pulau Sulawesi. Apa saja peristiwa geologi mahadahsyat itu? Lalu, bagaimana membangun kesadaran kritis warga atas penelusuran sebuah wilayah dan pengenalan atas potensi bencananya?

(National Geographic Indonesia)

13.00 – 14.30 WIB | Pusparagam Kehidupan dan Peradaban Silam Danau Posobit.ly/bincangredaksiposo2

 Poso juga memiliki sejarah peradaban kebudayaan yang menjadi salah satu pusat penelitian perkembangan peradaban di dunia atau di Asia. Sebaran megalithikum di lembah Bada, Lore Selatan Kabupaten Poso diduga adalah salah satu pusat peradaban Indonesia yang masih misterius hingga saat ini. Ekspedisi Poso mencoba mengungkap ekologi danau dan artefak budayanya. Seperti apakah temuan mereka?

(National Geographic Indonesia)

15.30 – 17.00 WIB | Denyut Budaya Bersanding Danau dan Bencanabit.ly/bincangredaksiposo3

Kita sepatutnya tidak menganggap remeh dongeng rakyat. Moral cerita pada setiap dongeng rakyat biasanya memiliki pesan tentang peristiwa besar, termasuk peristiwa alam yang mengubah kehidupan generasi sebelum kita.

(National Geographic Indonesia)

Program "Akhir Pekan Bersama Danau Poso" merupakan sinergi National Geographic Indonesia, Saya Pejalan Bijak, Atourin, dan Institut Mosintuwu.

National Geographic Indonesia mendukung peningkatan dan penyebaran informasi geografis tentang hasil ekspedisi ini. Kami meyakini kekuatan sains, penjelajahan, dan cara bertutur untuk mengubah dunia.

 (Sumber: Tim Ekspedisi Poso)