Bagaimana Laut Menyembuhkan Dirinya Sendiri Selama Pandemi?

By National Geographic Indonesia, Senin, 3 Agustus 2020 | 17:32 WIB
Jernihnya air laut di Gili Meno. (MasterLu/Getty Images/iStockphoto)

Nationalgeographic.co.id - Sebelum masa pandemi COVID-19, kesehatan laut Indonesia sudah mengkhawatirkan.

Indeks kesehatan laut atau Ocean Health Index (OHI), yang dikembangkan oleh National Center for Ecological Analysis and Synthesis (NCEAS) dan Conservation International, menempatkan Indonesia pada peringkat 137 dari 221 negara pada tahun 2018, dengan total nilai 65 dari skala 100.

Nilai ini masih di bawah rata-rata kesehatan laut dunia yaitu 71.

Baca Juga: Saya Pilih Bumi: Mengenal 5 Aktivis Lingkungan Muda yang Menginspirasi

Namun, sejak pemberlakuan pembatasan fisik (physical distancing) untuk mencegah penyebaran coronavirus di Indonesia pada bulan Maret lalu ternyata memberikan kesempatan lingkungan untuk memulihkan diri secara alami.

Hal ini karena pembatasan pergerakan manusia mengurangi aktivitas manusia yang menghasilkan polusi dan merusak ekosistem laut.

Sebagai peneliti kelautan, observasi saya awal menemukan beberapa perubahan pada kondisi laut di Indonesia selama masa pandemi:

1) Kemunculan spesies

Berkurangnya aktivitas manusia di pantai dan laut memberikan waktu bagi pemulihan ekosistem dan biota secara alami.

Meski masih perlu penelitian lebih lanjut, sudah ada laporan kemunculan spesies laut ke daerah-daerah yang sebelumnya padat oleh kegiatan manusia.

Contohnya, kemunculan paus pembunuh atau Orca (Orcinus Orca) di Anambas, Kepulauan Riau. Kehadiran mereka sebelumnya sangat jarang di daerah tersebut.

Di Atlantik Utara, Michelle Fournet, peneliti dari Cornell University di Amerika Serikat menyatakan bahwa selama pandemi terjadi pengurangan drastis polusi suara yang berasal dari kapal yang lalu lalang dan aktivitas manusia lainnya yang mengganggu sensor spesies paus.