Pagebluk Pinggang Sumbing: Tetap Maskeran Saat Upacara Grebeg Besaran

By National Geographic Indonesia, Selasa, 4 Agustus 2020 | 18:54 WIB
Warga dusun berdoa di mata air Kali Ringin di pinggang Sumbing, sebelum bersantap bersama dalam tradisi Grebeg Besar. (FERI LATIEF)

Semua sesajen itu diarak keliling dusun, warga menyebutnya sebagai Kirab Sesaji Jajah Deso. Arak-arakan itu tetap dengan protokol pagebluk, yaitu menjaga jarak tiap pesertanya. Setiap regu kesenian yang ikut diatur jaraknya, tidak berdekatan, dan wajib mengenakan masker.

“Kita tidak bisa meninggalkan upacara adat ini, karena kalau kami meninggalkan upacara adat, kami memutus mata rantai budaya yang ada di dusun kami," tegas Sutopo. "Kami khawatir ke depan mungkin akan hilang salah satu budaya di bumi Nusantara ini."

Baca Juga: Geliat Rumah Jamu Marie Parakan Menjaga Warisan Jamu Nusantara

Warga dusun berdoa bersama sebelum upacara dimulai. (FERI LATIEF)

Selama sebulan Sutopo melakukan sosialisasi kepada warga dan semua pelaku kesenian yang terlibat harus mengenakan masker. Ia juga menyiapkan air mengalir dan sabun di titik-titik dusun untuk warga mencuci tangan.

Kirab berakhir di mata air Kali Ringin, yang dipercaya warga dusun sebagai cikal bakal dusun yang ada di kaki Gunung Sumbing tersebut.

“Kenapa puncak upacara di sendang atau sumber air Kali Ringin ini?" ujar Sutopo beretorika. "Karena kami menyakini betul bahwa air itu sumber penghidupan masyarakat.”

Baca Juga: Kisah Kepala Kerbau Sebagai Sesajen Stasiun Jakarta Kota 'BEOS'

Aneka sesajen buatan warga di bawa menuju sendang atau mata air Kali Ringin yang merupakan cikal bakal dusun. (FERI LATIEF)

Di mata air yang sudah dibangun menjadi bangunan kecil itu semua sesajen didoakan sebelum disantap warga bersama-sama. Doaya menyertakan 13 permohonan kepada kepada Tuhan. Antara lain, mereka memohon keselamatan dan diberi kelimpahan sumber air. Selain itu mereka memohon agar pertanian tembakau warga bisa tumbuh subur dan menjadi rezeki yang berkah. Yang terakhir, warga dusun memohon agar pagebluk ini segera berakhir.

Di pinggang Gunung Sumbing, warga dusun mencontohkan bahwa upacara adat tetap bisa digelar dengan khidmat. Budaya tetap bisa berkembang, bahkan seiring dan sejalan dengan protokol kesehatan yang disyaratkan.

Baca Juga: Bertualang ke Pasar Zaman Mataram Kuno. Adakah Tradisi yang Berlanjut?

Makanan dalam sesajen Grebeg Besar yang diarak keliling dusun. (FERI LATIEF)